Realita ini disebabkan antara lain lemahnya pengawasan penerapan SOP baku produksi benur oleh hatchery. Ditambah terbatasnya laboratorium yang terstandarisasi guna pengujian kesehatan benur dan penyakit yang terjadi saat budidaya.
Kebutuhan induk udang bebas dan tahan penyakit dominan didatangkan dari Negara lain seperti Hawai maupun Florida. Sementara itu cacing laut hasil budidaya dan bebas penyakit, untuk pakan induk juga masih diimpor dan harganya mahal.
Baca Juga: Dorong Investasi Tambak Udang di Sulteng, Gubernur akan Bentuk Satgas
Cacing laut yang digunakan di hatchery Indonesia pada saat ini dominan berasal tangkapan di alam. Disinyalir bahwa ini menjadi pintu masuk penyakit pada benur karena cacing itu telah terkontaminasi bakteri dan virus.
Kedua, harga pokok penjualan (HPP) lebih tinggi dibanding Equador, India dan Vietnam. Terhadap Equador, Indonesia lebih mahal 0,7 $US setiap kg udang. Sementara itu terhadap India dan Vietnam lebih mahal 0,5 dan 0.3 $US.
Tingginya HPP Indonesia lebih disebabkan tingkat kegagalan yang tinggi pada saat budidaya di tambak, karena berbagai penyakit. Ongkos logistik juga menjadi sebab tingginya HPP, karena konsekwensi sebagai Negara kepulauan.
Ketiga, mutu udang saat tiba di pabrik prosessing menurun jauh karena jarak ke industri prosessing memerlukan waktu 2 hingga 3 hari. Mutu udang seperti ini belum dipersoalkan tujuan pasar Amerika Serikat.
Namun untuk pasar Uni Eropa, Jepang dan China menuntut mutu udang yang lebih tinggi. Ketiga Negara ini , kini menjadi tujuan pasar utama Equador, Vietnam dan India yang harga jualnya lebih tinggi.
Keempat, proses perizinan usaha budidaya dinilai masih ribet dan berbelit karena masih menjadi kewenagan sejumlah kementrian dan lembaga. Dan ditambah dengan konsekuensi hukum apabila melanggar seperti yang dialami petambak Karimun Jawa, Jepara, Provinsi Jawa Tengah, membuat pelaku usaha berpikir berinvestasi.
Perlindungan terhadap bisnis ini juga dinilai kurang berpihak dan sering digeser oleh usaha lain yang berinvestasi di sekitar lokus. Kemudian mengancam keberlanjutan dari bisnis udang tersebut yang notabenenya berdri lebih awal.
Kelima, bisnis ini dipandang masuk kategori high risk oleh lembaga keuangan, sehingga pemberian pinjaman sangat selektif. Ini berbeda dengan sikap lembaga keuangan di Equador, India dan Vietnam yang memberikan pelayanan yang lebih kondusif dengan suku bunga yang lebih rendah.
Meningkatkan kinerja industri udang nasional, diharapkan pemerintah memberi perhatian terhadap usaha produksi induk udang mandiri, usaha budidaya cacing bebas penyakit serta perbaikan tatakelola usaha pembenihan, pertambakan, dan upaya perlindungan bagi bisnis yang dinilai strategis ini.
Baca Juga: Bupati Tojo Una-Una Panen Udang di Tampabatu, Wujudkan Desa Mandiri dan Produktif
Diharapkan pengembangan industri udang (hulu dan hilir) nasional saatnya berbasis cluster pulau besar agar HPP bisa ditekan dan mutu udang ditingkatkan serta penyebaran penyakit mampu dikendalikan.