Nikel Morowali dan Morut Picu Disparitas Pertumbuhan Antar Sektor dan Kabupaten/Kota, PR Pemerintah yang Baru

photo author
- Senin, 10 Juni 2024 | 06:13 WIB
Dr.Hasanuddin Atjo usai jogging pagi di Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan, Senin pagi 10 Juni 2024. (Foto: Ist). ( )
Dr.Hasanuddin Atjo usai jogging pagi di Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan, Senin pagi 10 Juni 2024. (Foto: Ist). ( )

Oleh: Dr. Hasanuddin Atjo

Realitas menunjukkan bahwa eksploitasi tambang nikel dan hilirisasi telah meningkatkan investasi di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) sepanjang tahun 2021 - 2022,  yang terus mengalami kemajuan.

Pada tahun 2021 nilai investasi di provinsi yang dilintasi oleh garis khatulistiwa ini mencapai angka 42,69 triliun rupiah. Dan pada tahun 2022 meningkat tajam menjadi 111, 18 triliun rupiah (DPMPTSP Sulteng, 2023).

Kondisi ini kemudian memicu peningkatan PAD provinsi yang dijuluki negeri 1000 megalith. Pada 2023, nilai PAD tembus angka 2,3 triliun rupiah dari sebelumnya hanya sekitar 900 miliar rupiah. Ini tentu patut diberi apresiasi.

Baca Juga: Morowali dan Morut Penghasil Nikel Sulteng Menjadi Terkenal, Tatakelola Sumberdaya Mesti Update dan Inovatif

Besarnya investasi didominasi oleh PMA dan bertumpu pada sektor penggalian tambang dan sektor pengolahan (hilirisasi nikel). Sementara itu investasi pada 15 sektor lainnya tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan.

Tahun 2022 investasi PMA di Sulteng sebesar 107,42 triliun rupiah dan PMDN 3,76 triliun rupiah. Prestasi ini membuat Sulteng menjadi kontributor terbesar nasional untuk PMA sebesar 16,4 persen, disusul Jawa Barat, Maluku Utara, DKI Jakarta dan Banten.

Pertumbuhan ekonomi (PDRB) Sulteng dalam kurun lima tahun terakhir selalu berada diatas angka 10 persen, sedang pertumbuhan rata-rata nasional berada dalam kisaran empat hingga lima persen. 

Pertumbuhan ekonomi Sulteng pada tahun 2022 mencapai 13 persen, dan hampir 70 persen disumbangkan sektor industri pengolahan (terutama nikel) maupun sektor penggalian tambang.

Berdasarkan data BPS Sulteng pada tahun 2022  nilai PDRB ADH (atas dasar harga berlaku) yang dicapai Provinsi Sulteng sebesar 347,1 triliun rupiah, naik hampir 100 triliun rupiah dibanding tahun 2021.

Baca Juga: Bincang Santai Dengan Gubernur Rusdy Mastura, Bahas Daya Saing Komoditi Pangan hingga IKN

Selanjutnya kontribusi masing-masing kabupaten bervariasi dari rentang 3,02 - 158 triliun rupiah. Kontributor tertinggi Kabupaten Morowali sebesar 158 triliun rupiah, disusul oleh Banggai 38 triliun rupiah, Kota Palu  30,7 triliun rupiah, Morut 26,4 triliun rupiah dan Parimo sebesar 21,6 triliun rupiah.

Banggai Laut kontributor yang terendah sebesar 3,02 triliun rupiah. Sementara Kabupaten Banggai Kepulauan 4,93 triliun rupiah, Tojo Unauna 6,8 triliun rupiah, Buol  7,2 triliun rupiah, Tolitoli 10,37 triliun rupiah, Sigi 11,4  triliun rupiah, Poso 11,71 triliun rupiah, dan Donggala sebesar 15,01 triliun rupiah.

Satu sisi kita patut berbangga atas upaya dan capaian pestasi itu, namun pada sisi lain perlu dicarikan solusi atas masalah lain yang muncul. Seperti angka disparitas pertumbuhan antar sektor dan kabupaten/kota yang tergolong lebar.

Kerusakan lingkungan akibat eksplotasi dan hilirisasi nikel maupun penambangan lainnya patut menjadi perhatian, karena bisa berdampak bagi kinerja sektor lainnya seperti produksi pangan. Belum lagi frekuensi banjir yang terus meningkat. 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Icam Djuhri

Tags

Rekomendasi

Terkini

X