Daya Saing Udang Terkendala Lemahnya Integrasi Hulu-Hilir dan Digitalisasi

photo author
- Senin, 4 Desember 2023 | 07:34 WIB
Dr Hasanuddin Atjo. (Foto: Ist).
Dr Hasanuddin Atjo. (Foto: Ist).

Oleh: Dr. Hasanuddin Atjo

Memasuki awal tahun 2023 harga udang tidak merangkak naik, setelah menurun drastis hingga 20 persen pada triwulan keempat tahun 2022. Padahal semua pihak, utamanya para pelaku budidaya berharap ada kenaikan harga.

Pada saat itu, harga udang size besar (30 - 40 ekor) di Makassar per kilonya hanya 65 - 70 ribu rupiah. Kondisi ini membuat para pembudidaya semakin shock, karena juga sedang bergumul dengan sejumlah penyakit, virus dan bakteri yang tambah menjadi.

Selanjutnya, triwulan keempat 2023 harga udang di Makassar juga belum mau bergerak naik, bahkan cenderung lebih turun lagi hingga 5.000 - 7.000 rupiah setiap kilonya. Padahal rupiah melemah terhadap US dollar dan ekomomi Amerika semakin membaik.

Baca Juga: Produksi dan Ekspor Udang Turun, Semangat dan Daya Saing Harus Dibangun

Ini diduga berkaitan dengan petisi dari asosiasi importir maupun nelayan penangkap udang di Amerika Serikat. Mereka "menuduh" bahwa ada subsidi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, Ekuador dan Vietnam kepada sejumlah pembudidayanya, sehingga udang dari ketiga negara itu terancam terkena biaya masuk hingga 30 persen bila petisi itu diterima.

Akibatnya sejumlah eksportir tidak berani membeli dengan harga normal seperti biasanya. Bahkan banyak eksportir untuk sementara waktu stop membeli untuk ukuran besar. Mereka juga khawatir bila petisi tersebut diterima.

Lagi-lagi pembudidaya dibuat semakin pusing dan ada yang terpaksa berhenti berbudidaya sementara waktu. Fenomena ini tentunya harus dijaga agar tidak jadi gerakan masif yang bisa saja mengancam program peningkatan produksi udang nasional.

Catatan kinerja produksi udang Indonesia sepanjang tahun 2023 bersumber dari asosiasi terkait bisnis udang, memprediksi turun sebesar 25 - 30 persen atau tinggal 375 ribu ton saja, dengan HPP lebih mahal 0,3 US dollar dari Vietnam 0,5 US dollar dari India dan 0,7 US dollar dari Ekuador.

Artinya, situasi dan kondisi ini harus menjadi "alarm" bagi negeri + 62, ditengah negara lain seperti Ekuador, Vietnam dan India sukses meningkatkan produksinya. Diprediksi tahun 2023 produksi udang Ekuador lebih besar lagi dibandingkan tahun 2022 yang sudah 1,2 juta ton.

Panen ukuran kecil (80-100 ekor) per kilo, mendominasi produksi udang di Indonesia karena harga lebih kompetetif serta frekuensi budidaya bisa lebih tinggi dan dinilai lebih aman dari penyakit dibanding panen udang ukuran besar.

Kondisi ini diperparah dengan harga BBM yang makin tinggi, listrik PLN yang sering padam. Diitambah upaya penegakan hukum kepada pembudidaya udang seperti pemotongan pipa penyedot air laut, aksi pemyegelan usaha tambak udang, bahkan sampai pada membui petambak karena alasan tidak berizin, ikut juga menjadi beban psikis.

Serangan penyakit, ancaman melanggar aturan, harga BBM naik, ongkos logistik mahal dan terbatasnya instrumen digital berbasis kamera atau sensor yang berkait autofeederr dan kincir menjadi sebab utama tingginya HPP (Harga Pokok Penjualan) udang.

Baca Juga: Bagaimana Langkah KEK Palu oleh Kehadiran IKN, di Panajam Paser Utara?

Ini ada contoh tingginya HPP Indonesia, karena integrasi hulu dan hilir yang lemah. Bagi petambak di Sulawesi harga benurnya dua kali lipat harga di Jawa karena ongkos cargo pesawat. Harga pakan lebih mahal 1.500 rupiah per kilonya. Dan semakin ironi harga jual udang juga lebih murah hingga 8.000 rupiah dari Pulau Jawa. Ini semua karena cost logistic.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Icam Djuhri

Tags

Rekomendasi

Terkini

X