Dengan semakin kompleksnya pola koordinasi, supervisi pusat kepada Inspektorat Daerah mulai dari pengisian, pemberhentian dan mutasi jabatan hingga pelaksanaan pengawasan seharusnya dapat menjadi suplemen bagi aktifitas pengawasan internal yang semakin independen, objektif dan berani (tidak lagi ada kekhawatiran terhadap adanya benturan kepentingan dengan pimpinan daerah), sehingga tujuan dari penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dicapai dengan baik, efektif dan efisien.
Penguatan APIP pada aspek Kepegawaian
Penguatan APIP pada aspek kepegawaian terkait erat dengan dua hal, yaitu penguatan dari sisi kuantitas (jumlah) APIP, dan dari sisi kualitas (mutu) APIP yang secara fungsional keahlian melakukan tugas pengawasan internal.
Pada Inspektorat Daerah, APIP terdiri atas dua Jabatan Fungsional (JF), yaitu JF Auditor dan JF PPUPD (Pengawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Daerah). Kedua JF tersebut secara kuantitatif di hampir semua Inspektorat Daerah masih jauh dari cukup dan secara kualitas masih jauh dari harapan oleh karena alokasi anggaran untuk pengembangan kompetensi pun masih jauh dari cukup (erat kaitannya pada ulasan Penguatan APIP pada aspek Anggaran).
Dalam upaya memenuhi kuantitas dan kualitas sangat bergantung pada komitmen (good will) setiap kepala daerah untuk memenuhi kebutuhan JF yang ada sesuai analisa kebutuhan jabatan yang disusun oleh pejabat terkait.
Komitmen tersebut penting karena sangat erat kaitannya dengan kepemimpinan kepala daerah dalam mewujudkan visi dan misinya yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), selanjutnya dibreakdown menjadi Rencana Strategis Organisasi Perangkat Daerah (Renstra OPD).
Secara pragmatis, tentunya kepala daerah sangat berharap penuh agar semua yang direncanakannya dapat terealisasi dengan baik tanpa kendala yang serius oleh sejumlah potensi risiko yang mungkin saja terjadi, sehingga mengakibatkan apa yang direncanakannya itu tidak terealisasi dengan baik atau mungkin gagal. Olehnya, kehadiran APIP dengan fungsinya yang ada sangat diharapkan dapat memberikan jaminan (assurance) kepada kepala daerah dalam mewujudkan visi dan misinya.
Sehingganya, dalam upaya meningkatkan kemampuan penjaminan oleh APIP, kepala daerah harus menambah kuantitas dan kualitas, serta Sumber Daya Manusia (SDM) APIP.
Penguatan APIP pada Aspek Anggaran
Tuntutan akuntabilitas dan transparansi pemerintahan oleh publik mengharuskan setiap instansi pemangku tugas pengawasan, baik vertikal (pusat) maupun daerah terus melakukan koordinasi bahkan supervisi ke daerah dengan tujuan agar sumber daya publik yang dikelola negara/daerah dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Bertambahnya fungsi Inspektorat Daerah melalui PP No. 72 Tahun 2019, yaitu fungsi pelaksanaan koordinasi pencegahan Tipikor, dapat dipahami bahwa Inspektorat Daerah mengemban amanah mengkoodinasi upaya-upaya pencegahan terjadinya Tipikor di intansi daerahnya.
Pelaksanaan fungsi tersebut dilakukan melalui sejumlah tugas mandatory, khususnya yang bersumber dari Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) maupun upaya mandiri yang sejak lama sudah menjadi bagian dari tugas Inspektorat Daerah sebagai APIP di daerah melalui sejumlah kegiatan quality assurance (audit, reviu, minitoring, evaluasi dan jenis pengawasan lainnya) dan kegiatan konsultansi (fasilitatif, training dan advisory service).
Tugas-tugas mandatory yang dibebankan kepada Inspektorat Daerah disadari berkonsekuensi logis terhadap penganggaran untuk mendukung terlaksana tugas-tugas yang dimandatkan tersebut.
Terkait dengan penganggaran dari tugas mandatory KPK RI kepada Inspektorat Daerah alokasinya diamanatkan dalam setiap Permendagri tentang pedoman penyusunan APBD setiap tahunnya sebagai dasar penyusunan APBD, terakhir Permendagri No. 15 Tahun 2023.
Harus diakui bahwa pemenuhan alokasi anggaran yang diamanatkan dalam Pemendagri itu belum dipenuhi daerah. Padahal, Permendagri tersebut mengamanatkan dalam rangka mendukung program koordinasi dan supervisi KPK didalam melakukan tugas pencegahan, koordinasi, dan monitoring agar tidak terjadi tindak pidana korupsi sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 6 huruf a, huruf b dan huruf c Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, Pemerintah Daerah harus mengalokasikan persentase dan/atau nominal tertentu dari APBD untuk lnspektorat/APIP.