Tambang Emas Poboya, Lembaga Adat Mohonkan Resolusi Konflik ke Walikota Palu

- Senin, 3 Oktober 2022 | 05:59 WIB
Lembaga Adat Poboya saat berada di Kantor Perwakilan Komnas HAM Sulawesi Tengah, baru-baru ini. (foto: ist)
Lembaga Adat Poboya saat berada di Kantor Perwakilan Komnas HAM Sulawesi Tengah, baru-baru ini. (foto: ist)
METRO SULTENG - Lembaga Adat Kelurahan Poboya, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah, memohonkan upaya resolusi konflik kepada Walikota Palu terkait polemik yang muncul di lokasi tambang emas Poboya antara warga dan pihak perusahaan.
 
Lembaga Adat berharap kepada walikota, bisa turun tangan untuk memediasi dan memimpin upaya damai, agar konflik kepemilikan lahan tidak semakin meluas.
 
 
Permohonan resolusi konflik yang dimohonkan kepada Walikota Palu, tertuang dalam surat resmi Lembaga Adat Kelurahan Poboya nomor: 17/LAD/Poboya/IX/2022 Palu, tertanggal 20 September 2022 yang ditandatangani oleh ketua dan sekretaris. 
 
Berikut surat lengkapnya yang sudah disesuaikan redaksi, tanpa mengedit isi-nya:
 
SURAT PERMOHONAN
Nomor : 17/LAD/Poboya/IX/2022 Palu, 
Lampiran : Tuntutan Kepada
Perihal : Permohonan Resolusi Konflik
 
Yth. Bapak Walikota 
 
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
 
Tanpa mengurangi rasa hormat kami selaku masyarakat hukum adat Poboya,sangat menantikan kehadiran negara melalui struktur di bawahnya yaitu pemerintah daerah yang diwakili Gubernur dan Walikota, untuk mampu 
menangani konflik yang terjadi saat ini dimana Kontrak Karya PT. Citra Palu Mineral menguasai lahan warisan nenek moyang kami di Tanah Poboya.
 
Jika ditinjau dari hak eksklusifitas yang melekat dalam konteks hak dan kewajiban negara yang diberi kewenangan penuh oleh rakyat untuk mengatur, mengurus dan mengawasi terhadap kegiatan usaha pertambangan. 
 
Mengamati rantai produksi dalam kegiatan pertambangan emas di Poboya, secara struktural telah terjadi pola hubungan patronase dimana sebagian besar rantai produksi dikuasai oleh PT. Citra Palu Mineral dan vendor. 
 
Sementara masyarakat lokal terutama masyarakat hukum adat Poboya, mendapatkan pengecualian yang tersistematis sejak awal tahun 2022 hingga hari ini. Penghentian kegiatan terhadap masyarakat hukum adat Poboya dilakukan oleh PT. CPM terjadi mulai tanggal 28 April 2022 hingga hari ini.
 
Selama kurun waktu tersebut belum ada kejelasan iktikad baik dari pihak PT. CPM dan pemerintah daerah untuk memberikan solusi konkrit kepada masyarakat sebagai pemilik Hak Ulayat di Tanah Poboya. Situasi semakin memburuk setelah perusahaan menerapkan pemasangan portal dan penempatan aparat kepolisian untuk membatasi aktivitas masyarakat.
 
 
Upaya-upaya yang sudah kami tempuh untuk menyelesaikan permasalahan ini antara lain:
 
(1). 20 Mei 2022 Permohonan Mediasi oleh masyarakat hukum adat Poboya kepada Gubernur Sulawesi Tengah.
 
(2). 1 Juni 2022 Hearing bersama DPRD Kota; dalam pertemuan ini sudah dijelaskan bahwa masyarakat tidak mendapatkan izin lagi untuk 
mengambil material oleh pihak PT. CPM yang sudah berlangsung + 2 bulan. Disini masyarakat hukum adat Poboya meletakan harapan besar kepada Komisi C, untuk dapat mengakomodir tuntutan mereka agar dapat disuarakan dan diperjuangkan.
 
(3). 6 Juni 2022 Berita Acara antara Lembaga Adat Poboya dan PT. Citra Palu Mineral; difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi beserta Pemerintah Kota Palu di Kantor Gubernur Ruang Polibu. Dari berita acara ini menciptakan 5 kesepakatan, namun pada implementasinya PT. Citra Palu Mineral tidak benar-benar melakukan kesepakatan tersebut.
 
(4). 5 Agustus 2022 Berita Acara antara Lembaga Adat Poboya dan PT. Citra Palu mineral; dimana isinya yaitu masyarakat adat Poboya meminta kepada PT. AKM selaku vendor dari PT. CPM untuk menghentikan kegiatan pertambangan di vatutempa. Namun, pada kenyataannya kesepakatan ini tidak benar-benar dilaksanakan oleh PT. CPM beserta vendornya tersebut.
 
(5). 4 September 2022 Permohonan Rekomendasi Gubernur terkait Surat Perintah Kerja masyarakat hukum adat Poboya untuk dapat memperoleh alokasi wilayah seluas 25 hektar namun tak kunjung mendapatkan respon yang serius.
 
Adanya tarik menarik kepentingan pada aspek politik(dukungan) menyebabkan terjadinya konflik berkepanjangan yang menyebabkan kerugian secara ekonomi bagi masyarakat, dimana kami menggantungkan hidup dari kegiatan pertambangan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 
 
Seluruh kebijakan dan upaya yang ditempuh oleh Lembaga Adat Poboya merupakan bentuk respon dini untuk mencegah konflik jangka panjang yang sangat memungkinkan merugikan seluruh pihak.
 
Konflik yang tak kunjung usai akan menciptakan stigma dimana pemerintah daerah dianggap abai dan dzalim terhadap kepentingan rakyatnya; PT. CPM melakukan pelanggaran HAM karena mengabaikan kami selaku pemilik hak ulayat; dan kami selaku masyarakat adat Poboya akan terus terusan dianggap sebagai penambang illegal di tanah kami sendiri.
 
Demikian surat permohonan mediasi untuk mendorong adanya resolusi konflik dan menciptakan kesepakatan antara pemegang Kontrak Karya dengan pemegang Hak Atas Tanah. 
 
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
 
Poboya, Selasa 20 September 2022
 
Mohammad Jaffar J Tondjigimpu
 
SEKRETARIS LEMBAGA ADAT:
Hairul
 
 
 
 
Tentang Poin-Poin Tuntutan Masyarakat Hukum Adat Poboya
 
1. Masyarakat lembaga hukum adat Poboya meminta kepada PT. Citra Palu Mineral untuk meninjau atau bernegosiasi kembali terkait 
pembagian porsi presentase yang ditawarkan oleh vendor perusahaan yaitu PT. AKM sebesar 70% untuk perusahaan dan 30% untuk lembaga adat.
 
Dimana total asset pengelolaan PT. AKM mencapai + 14 kolam secara murni, namun masyarakat hanya mendapatkan 1 kolam dan itu pun dalam skema 70% - 30%.
 
2. PT. Citra Palu Mineral bersedia mengalokasikan lokasi khusus secara 
resmi dan permanen kepada lembaga hukum adat Poboya untuk dapat dikelola dan dimanfaatkan secara ekonomi.
 
3. Lokasi yang dialokasikan khusus dari pihak PT. Citra Palu Mineral kepada lembaga hukum adat Poboya harus memilki potensi yang sama dan dapat dibuktikan secara ilmiah terkait kandungan potensi mineral 
logam yang bernilai ekonomis tinggi.
 
4. PT. Citra Palu Mineral dan lembaga hukum adat Poboya wajib memiliki tanggungjawab bersama dalam menjaga keamanan dan kelancaran operasional kedua belah pihak.
 
Jika ada tindakan yang mengindikasi 
memicu kerusuhan akan diselesaikan secara mediasi oleh lembaga adat yang mangayomi masyarakatnya. Dan jika sudah pada tingkat 
kriminal akan diupayakan untuk diselesaikan bersama melalui jalur kepolisian.
 
5. PT. Citra Palu Mineral (CPM) disarankan melakukan kegiatan pertambangan pada tanah-tanah yang sudah dibebaskan saja dan sangat tidak disarankan melakukan kegiatan pada tanah yang belum dibebaskan.
 
6. PT. Citra Palu Mineral bersedia memberikan informasi peluang jenis-jenis usaha dan dikerjasamakan dengan badan usaha dibawah 
pengawasan lembaga hukum adat Poboya.
 
7. PT. Citra Palu Mineral (CPM) disarankan memberikan peningkatan kapasitas kepada masyarakat yang menjadi tenaga kerja produktif, terutama kepada masyarakat yang tidak memiliki pendidikan formal dan sedang 
mencari lapangan pekerjaan.
 
8. PT. Citra Palu Mineral wajib menjalankan Program Pemberdayaan Masyarakat dan menyalurkan dana CSR kepada masyarakat hukum adat Poboya.
 
9. Masyarakat hukum adat Poboya meminta kepada PT. Citra Palu Mineral untuk tetap bertoleransi atau membiarkan penambang rakyat kecil skala (kalikit) untuk tetap berkerja sampai dengan terbitnya alokasi khusus, yaitu 25 hektar sesuai yang dijanjikan kepada masyarakat hukum adat. ***
 

Editor: Icam Djuhri

Tags

Terkini

GEMERISIK SUARA WARKOP

Minggu, 21 Mei 2023 | 12:56 WIB
X