Metrosulteng.com, Palu- Pariwisata berbasis hak (right-based tourism) adalah kunci membendung pariwisata liberal yang semakin meninggalkan nilai-nilai penghormatan terhadap kultur masyarakat setempat.
Hal itu disampaikan oleh peneliti dari Yayasan Ekologi Nusantara Lestari (EKONESIA), Azmi Sirajuddin dalam Forum Musyawarah Daerah (Musda) Himpunan Pramuwista Indonesia (HPI) Provinsi Sulawesi Tengah yang dilaksanakan, Senin (27/6/2022), di Kota Palu.
Baca Juga: Ini 5 Jenis Minuman Yang Dapat Bakar Lemak Diperut Saat Diminum Sebelum Tidur
"Pariwisata berbasis hak menitik beratkan pada perlindungan, penghormatan dan pemenuhan hak masyarakat setempat dalam aktivitas usaha kepariwisataan," ujarnya.
Dia mencontohkan bahwa berbagai objek destinasi wisata bertumpu pada proyeksi liberalisasi yang diusung oleh pengelola destinasi. Padahal, wisatawan sesungguhnya lebih menyukai objek wisata yang natural. Misalnya, wisatawan lebih senang tinggal bersama di rumah-rumah warga (homestay) ketimbang menginap di hotel, villa atau cottage.
Baca Juga: Kondisi Ekologis Dikawasan IMIP Morowali Perlu Perhatian Pemerintah Pusat
"Wisatawan yang berkunjung ke objek wisata megalitik di Lembah Napu,, Bada dan Besoa lebih tertarik jika situs megalitik tersebut tidak dipagari di sekitar area situs, sebab kalau dipagari akan merusak pemandangan (view) alamiah di sekitar area situs," tambah pria yang pernah jadi pemandu wisata itu.
Selain itu, EKONESIA juga secara kelembagaan sedang merintis beberapa percontohan pariwisata berbasis hak melalui konsep ekowisata serta desa wisata di sejumlah tempat di Sulawesi Tengah. Salah satunya, mendorong restorasi objek wisata air panas Kaliali di Desa Pulu, Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi.
Baca Juga: Cacar Monyet Sudah Menyebar ke Sejumlah Negara, Kenali Gejala dan Cara Mencegahnya
Menurut Direktur EKONESIA Yahya, objek wisata air panas Kaliali di Desa Pulu akan diintegrasikan dengan areal agroforestry seluas 10 hektar yang telah disiapkan oleh pemerintah Desa Pulu. Nantinya areal itu akan menjadi objek wisata model ekowisata berbasis hak.
Destinasi lain yang akan dikembangkan oleh EKONESIA bekerjasama dengan beberapa pihak terkait adalah Cagar Biosfer Kepulauan Togean di Kabupaten Tojo Una-Una. Cagar Biosfer seluas 2 juta hektar yang meliputi daratan dan perairan itu, ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfer pada tahun 2019.
"Konsepsi Cagar Biosfer ialah memadukan keragaman hayati (biodiversity) dengan keragaman kultur (cultural diversity), sehingga urgensi membangun pariwisata berbasis hak menjadi sangat beralasan, karena hal itu juga didukung oleh UNESCO," ujar Azmi di sela-sela Musda HPI Provinsi Sulawesi Tengah.
Baca Juga: Tabrakan Avanza dan Pickup di Jalur Pandiri Poso, Begini Kondisi Penumpang
EKONESIA sebagai lembaga yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan hidup mendukung semua pihak, termasuk pemerintah daerah dan HPI untuk membangun pariwisata berbasis hak di Sulawesi Tengah. Apalagi, potensi pariwisata Sulawesi Tengah adalah yang paling lengkap di Indonesia.***