“Itu tanah orang tua kami, yang kami rawat bertahun-tahun. Pohon kelapa itu ditanam orang tua dengan susah payah, tapi semua diratakan dalam sekejap tanpa ganti rugi,” kecam Nuriadin.
Baca Juga: Warga Donggala Salut Ketegasan Pemkab Tertibkan Hewan Ternak yang Berkeliaran
Nuriadin menegaskan,mereka mendukung pembangunan jalan untuk kepentingan umum, namun tetap mengharapkan hak mereka dihargai.
“Ini negara hukum. Semua ada mekanismenya. Hak kami akan tetap kami perjuangkan,” tegasnya.
Senada dengan itu, Redi, warga Dusun 4 Saluponi lainnya, juga mengalami hal serupa. Ia menyebutkan, lebih dari 20 pohon kelapa di lahannya ikut digusur tanpa ada kompensasi.
“Sudah bertahun-tahun kami menunggu ganti rugi, tapi sampai sekarang tidak ada kejelasan. Kami bingung harus kemana memperjuangkan hak kami,” keluh Redi.
Mardia, warga lain di lokasi itu, juga mengungkapkan hal yang sama. Lahan kecil miliknya tepat di depan rumah juga ikut digusur tanpa ganti rugi.
“Lahan saya yang tak seberapa juga kena gusur tanpa ganti rugi. Sudah bertahun-tahun, belum ada penyelesaian,” ujar Mardia.
Baca Juga: Dukung Gubernur Anwar Hafid Perjuangkan DBH Tambang, ART: Sulteng Butuh Keadilan
Diketahui, ruas jalan Bora–Pandere membentang sepanjang 22,6 kilometer, membelah wilayah Sigi bagian timur. Dari total panjang jalan lingkar itu, sekitar 4,62 kilometer melintasi kawasan lindung Taman Nasional Lore Lindu.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang, Edy Dwi Saputro yang dikonfirmasi wartawan melalui sambungan telepon WhatssApp, pada Rabu (30/4/2025), belum memberikan tanggapan.
“Saya masih di luar kota ini pak, nanti balik baru saya kasih keterangan,” pinta Edy. ***