Polemik Fuad Plered, Momentum Baik Memurnikan Perjuangan Guru Tua

photo author
- Sabtu, 29 Maret 2025 | 16:10 WIB
Azman Asgar. (Foto: Ist).
Azman Asgar. (Foto: Ist).

Oleh: Azman Asgar

NARASI rasisme Gus Fuad Plered menggelinding kemana-mana. Tidak hanya santri Alkhairaat di Palu, Sulawesi Tengah, yang merasa terusik, semua Abnaul Khairaat di seluruh wilayah ikut marah.

Polemik usulan Pahlawan Nasional dari masyarakat Indonesia Timur, Sulawesi Tengah, justru berujung pada sikap arogansi dan rasisme seorang Fuad Plered.

Banyak kekacauan pikiran yang disampaikan oleh Gus Fuad Plered. Belum tahu pasti, dari mana dan siapa yang memasok informasi sesat itu ke dalam kepalanya. Yang tersisa di otaknya hanya kebencian.

Baca Juga: Warga Alkhairaat Marah Guru Tua Dihina, Wijaya: Fuad Plered Sedang Memecah Belah Anak Bangsa

Polemik Gus Fuad Plered ini harus di lihat sebagai proses pemurnian kembali nama besar ‘Guru Tua’ Habib Idrus Bin Salim Aljufri. Sekaligus menebalkan kecintaan kita terhadap Alkhairaat dan bangsa Indonesia.

Sebelum polemik ini semakin melebar, bagi saya, ada dua hal yang penting untuk segera dilakukan.

Pertama; memperbanyak referensi tentang sejarah Habib Idrus Bin Salim Aljufri. Semua bentuk histori Guru Tua mesti disuguhkan secara menyeluruh.

Dari argumen Gus Fuad Plered itu saya berkesimpulan bahwa ada paradigma ‘Jawa sentris’ dalam kepalanya. Ia memandang bahwa sejarah Nusantara itu seolah hanya berada di Jawa. Sesuatu hal yang justru bertentangan dengan prinsip dasar nasionalisme.

Cerita-cerita heroik itu seolah hanya jadi milik mereka, di luar itu mereka lebih mudah melegitimasi siapapun dengan istilah pengkhianat. Buruknya lagi, orang seperti Gus Fuad bisa mengambil legitimasi Tuhan untuk melengkapi naluri kebenciannya.

Baca Juga: Kapolri Didesak Tangkap Pelaku Penghina Guru Tua, ART: Hinaan Mereka Sangat Berbahaya

Gus Fuad mungkin lupa menyadur pesan Tuhan dalam Al-Quran: "Dan jangan sekali-kali kebencian kalian terhadap kaum mendorong kalian untuk berlaku tidak adil".

Seluruh Abnaul Khairat, atau mereka yang merasa mencintai Guru Tua, ini momentum baik untuk menjelaskan secara terang benderang siapa sosok Guru Tua dan peran strategis apa yang Guru Tua mainkan dalam menentang Kolonialisme (bukan hanya Kolonialisme Belanda).

Guru Tua penentang mitologi, bagi saya, ia peletak abad pencerahan Islam generasi kedua di Sulawesi Tengah setelah Syaikh Abdullah Raqi (Dato Karama). Pendidikan dipilih sebagai senjata perjuangan melawan kebodohan dan kolonialisme. Catatan ini tidak akan sampai ke Fuad Plered.

Sejarah perjuangan Habib Idrus Bin Salim Aljufri sudah harus diabadikan dalam kaidah standar akademik, melibatkan ahli sejarah, tidak lagi berdasar pada budaya tutur secara turun temurun. Ini kelemahan yang harus kita koreksi bersama sebagai dasar mempercepat usulan Guru Tua sebagai pahlawan nasional.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Icam Djuhri

Tags

Rekomendasi

Terkini

X