Oleh: Dr. Hasanuddin Atjo
Realita menunjukkan hampir semua program yang berkaitan dengan upaya pemberdayaan masyarakat berujung pada kegagalan. Bahkan ada kasus, terpaksa harus berhadapan dengan konsekuensi hukum.
Program ini kemudian memberi implikasi terhadap sulitnya menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran serta angka stunting pada sejumlah daerah, yang saat ini menjadi prioritas nasional.
Sejumlah pengamat memberi pendapat bahwa kegagalan program pemberdayaan lebih disebabkan perencanaan dan pelaksanaan dilakukan instan, tanpa melewati tahapan yang semestinya.
Bahkan lebih ironis lagi pada umumnya perencanaan dan pelaksanaan program tersebut berlangsung pada tahun yang sama. Apalagi jika mendekati tahun politik. Padahal tingkat kesulitan dan risiko program ini termasuk kategori tinggi.
Perbedaan sosial masyarakat, proses transformasi inovasi dan teknologi, organisasi lembaga penyelengara hingga kesiapan komoditi pemberdayaan yang paling sering menjadi soal. Ini tentunya perlu menjadi catatan.
Jepang merupakan salah satu contoh negara yang dinilai sukses melaksanakan program pemberdayaan masyarakat dan patut jadi referensi. Sejumlah tahapan yang mesti mereka lalui sebagai SOP baku dalam mengerjakan proyek-proyek pemberdayaan. Dan perlu untuk dicontoh.
Tahun pertama adalah proses menyusun rencana, meliputi menyusun organisasi lembaga pelaksana program; akomodir keinginan masyarakat target; pemetaan masalah; menyusun strategi dan rencana aksi; serta sosialisasi program.
Tahun kedua, mempersiapkan
masyarakat penerima maupun tenaga pendamping; (mentor) serta mempersiapkan belanja barang. Di Indonesia, penyedia barang masih sulit menenuhi kriteria berdasarkan spesifikasi.
Baca Juga: Perlu Roadmap untuk Menjadi Penyangga IKN
Apalagi berkaitan pengadaan barang berupa makhluk hidup. Selain risiko yang tinggi juga proses lelang yang kadang lebih mengedepankan prinsip asal bisa menang karena limit waktu dan mengejar realisasi penyerapan anggaran.
Kalau sudah seperti ini, maka proses yang dipersiapkan pada tahun pertama tidak ada manfaatnya. Karena itu dinilai perlu mekanisme tersendiri terkait pengadaan barang bagi proyek pemberdayaan.
Tahun ketiga, keempat adalah pelaksanaan program berupa belanja barang; pendampingan, monitoring; rapat koordinasi. Selanjutnya tahun yang kelima merupakan evaluasi program secara menyeluruh.
Model pemberdayaan seperti ini sangat relevan dan sesuai masa jabatan seorang kepala daerah. Namun kenyataannya sangat jarang ditemukan ada yang melakukan. Jikalau ada hanya satu atau dua saja.
Baca Juga: Pengundian Nomor Urut Paslon Gubernur Sulteng: BERAMAL 1, BERANI 2, Petahana 3