Malam Ini 47 Tahun lalu, 7 Pahlawan Revolusi Dibantai PKI, Inilah Malam Jahanam, Simak Sejarahnya untuk Kaum

photo author
- Kamis, 29 September 2022 | 18:20 WIB
Tugu Monumen G 30 SPKi Pahlawan Revolusi (Foto: Ist)
Tugu Monumen G 30 SPKi Pahlawan Revolusi (Foto: Ist)

Pihak-pihak lain yang berada di luar ketiga kekuatan politik yang sedang bertarung itu jelas hanyalah penggembira.

Umat Islam Indonesia pada umumnya mendukung TNI-AD yang trauma dengan kebangkitan PKI pascaperistiwa Madiun 1948.

Pada 1960-an, PKI sudah menjadi kekuatan komunis ketiga terbesar di dunia setelah Uni Soviet dan China, dengan klaim jumlah anggota 30 juta orang.

Negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat dan Inggris, juga mendukung TNI-AD karena jengkel dengan politik Presiden Soekarno yang antinekolim (neo kolonialisme dan imperialisme).

Mereka juga khawatir akan efek kartu domino kekuatan komunis di Indonesia dan Vietnam, yang akan mendominasi jagat politik kiri di Asia Tenggara.

Manakala PKI jelas didukung negara-negara berideologi komunis, khususnya China, yang sejak 1950-1960-an mengalami friksi ideologi dengan Uni Soviet.

Pertarungan segi tiga dalam jagat politik Indonesia mulai goyah ketika pada Agustus 1965, Presiden Soekarno mendadak sakit.

Baca Juga: Disposisi Bupati Donggala Kepada CV MMP Berujung Malapetaka

Segera muncul rumor dan desas-desus politik tentang sakitnya Presiden, Sang Penyeimbang. Bahkan dia diprediksi bakal meninggal dunia.

Para pengamat Barat membuat analogi jitu untuk membayangkan sebuah pertandingan tinju: apa yang akan berlaku jika wasitnya sakit atau meninggal, atau wasitnya bersikap berat sebelah?

Masyarakat sudah menangkap tanda-tanda bakal terjadi peristiwa Baratayudha atau perang campuh antara kekuatan kiri dan kekuatan kanan di Indonesia.

Peristiwa mengejutkan dan merupakan dadakan, akhirnya, terjadi pada ”malam jahanam”, tanggal 30 September 1965, seperti yang sudah digambarkan di atas.

Presiden Soekarno, yang ternyata sembuh dari sakitnya dan tidak meninggal, bersikap membela dan melindungi tokoh-tokoh PKI.

Dalam pidatonya yang terkenal, Jas Merah (Jangan Sekali-sekali Mening galkan Sejarah), pada 17 Agustus 1966, Presiden Soekarno memuji-memuji peranan PKI sejak zaman pergerakan nasional hingga zaman revolusi Indonesia.

Baca Juga: Mengidam Elvindo Shinta, Motor Listrik Buatan Indonesia Khusus Kaum Hawa yang Bodynya Montok dan Harga Murah2

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Subandi Arya

Tags

Rekomendasi

Terkini

X