Kolaborasi juga menguat di sektor strategis seperti kelapa sawit. Melalui Dewan Negara Produsen Minyak Sawit (CPOPC), Indonesia dan Malaysia yang menguasai lebih dari 70 persen pasar sawit dunia bersatu menghadapi regulasi diskriminatif Uni Eropa seperti EUDR.
Pertemuan CPOPC di Jakarta baru-baru ini bukan sekadar diplomasi formal, melainkan perlawanan terhadap ketidakadilan global dan pembelaan terhadap jutaan petani kecil yang menggantungkan hidup di sawit. Ini bukan hanya soal komoditas, melainkan soal kemanusiaan.
Mengapa dukungan pada Anwar Ibrahim penting bagi Indonesia? Karena stabilitas politik Malaysia bukan hanya kepentingan Kuala Lumpur, tetapi juga Jakarta. Krisis di Malaysia akan berdampak langsung pada perdagangan, investasi, dan jutaan pekerja Indonesia di sana.
Sebaliknya, Malaysia yang stabil di bawah kepemimpinan Anwar akan memperkuat ASEAN menghadapi tantangan geopolitik global, dari ketegangan Laut Cina Selatan hingga transisi energi dunia. Mendukung Anwar tidak sekadar mendukung individu, tetapi mendukung visi persaudaraan serumpun yang memberi manfaat nyata bagi rakyat di kedua sisi Selat Malaka.
Dunia hari ini semakin terpolarisasi. Amerika dan Tiongkok saling berebut pengaruh, Eropa bergulat dengan krisis energi, Timur Tengah bergolak tanpa henti. Di tengah badai global ini, persaudaraan Indonesia – Malaysia adalah jangkar yang menjaga kapal kita tetap tegak. sama dengan pepatah lama berkata,
“Tak ada laut yang terlalu luas bagi perahu yang berlayar bersama.”
Indonesia dan Malaysia adalah dua perahu yang lahir dari sungai yang sama, Sungai Melayu yang mengalir dalam jiwa serumpun. Ketika gelombang semakin tinggi memastikan, persaudaraan inilah yang kita tetap selamat dan baik-baik saja.
Anwar Ibrahim, dengan visinya tentang Malaysia yang terbuka, inklusif, dan pro-rakyat, adalah bagian integral dari jangkar itu.
Dukungannya berarti mendukung masa depan yang lebih cerah, tidak hanya bagi Malaysia, tetapi juga bagi Indonesia, dan bagi ASEAN yang kita impikan sebagai rumah besar bangsa-bangsa Asia Tenggara.***
Penulis adalah Ketua DPP Partai Golkar Bidang Kebijakan Politik Luar Negeri dan Hubungan Internasional
Ketua Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB.PII) Periode 1995 - 1998