Anwar Ibrahim-Prabowo: Dua Pemimpin Negeri Serumpun Kemajuan ASEAN

photo author
- Rabu, 30 Juli 2025 | 07:29 WIB
Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin, M.Si
Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin, M.Si

Pertemuan dua pemimpin serumpun yang langsung menghasilkan kesepakatan senilai RM1,16 miliar dan 11 Letter of Intent yang membuka jalur baru kerja sama ekonomi. Perdagangan kedua negara melonjak sekitar 30 persen, dan isu-isu lama seperti perlindungan pekerja migran serta batas wilayah untuk pertama kalinya mendapat kerangka penyelesaian dengan batasan yang jelas, bukan janji manis yang hilang seiring pergantian kabinet.

Kedekatannya tidak berhenti di meja diplomasi. Data pariwisata menunjukkan kunjungan warga Indonesia ke Malaysia setelah pandemi. Periode Januari–September 2023 saja, 2,23 juta warga Indonesia sudah melancong ke Malaysia, mendekati level pra-pandemi. Bandara Surabaya kini seolah stasiun kereta: sembilan kali sehari pesawat mengangkasa ke Kuala Lumpur, belum lagi jalur ke Johor dan Penang.

Pariwisata, bisnis, bahkan wisata medis menjadi ruang interaksi baru rakyat kedua negara. Seorang kawan dari Medan berseloroh, ia lebih sering ke Penang daripada ke Jakarta. “Mas,” katanya sambil tertawa, “macetnya Medan Plaza lebih gila dari Gurney Plaza!” Cerita-cerita seperti ini membuktikan bahwa diplomasi paling jujur adalah pilihan rakyat dengan kakinya sendiri.

Baca Juga: Indonesia Malaysia Bahas Batas Wilayah, Jangan Sampai Konflik Seperti Thailand Kamboja

Era digital semakin mengikat dua bangsa ini.

Tahun 2025, program DEX CONNEX mempertemukan 83 perusahaan teknologi Malaysia dan Indonesia, menghasilkan 26 nota kesepahaman senilai lebih dari RM450 juta. Dari kecerdasan buatan hingga layanan cloud, kerja sama ini bukan lagi sekedar bisnis, melainkan evolusi persaudaraan serumpun di era teknologi.

Raksasa Indonesia seperti Sinar Mas kini menjajaki strategi kolaborasi di Malaysia. Jawaban CEO-nya ketika ditanya mengapa memilih Malaysia sederhana tapi menusuk:

“Di sini kami tidak merasa asing. Bahasa, budaya, cara berpikir—semuanya dekat di hati.”

Meski begitu, dunia maya terkadang memunculkan cerita yang berbeda. Netizen Indonesia dan Malaysia sering berdebat sengit soal klaim budaya. Dari reog, pendet, batik hingga nasi lemak, bahkan soal sepak bola. Namun sebetulnya, jika kita ingin memahami secara komprehensif, konflik di internet tidak mencerminkan hubungan kedua negara ini.

Diplomasi kedua pemerintah justru erat. Anwar Ibrahim memahami hal ini. Ketika dikritik karena sering ke luar negeri, definisinya tegas:

“Yang bilang saya terlalu sering ke luar negeri tak tahu betapa susahnya kita bawa masuk investasi.”

Itu bukan sekedar pembelaan diri, melainkan strategi pesan bahwa diplomasi aktif adalah kerja keras untuk kesejahteraan rakyat.

Indonesia dan Malaysia saling belajar satu sama lain. Indonesia menjanjikan ketahanan fiskal Malaysia, layanan kesehatan kelas dunia, dan pengembangan pariwisata medisnya. Malaysia, sebaliknya, belajar dari keberhasilan Indonesia dalam hilirisasi industri. Dari memproduksi nikel menjadi baterai listrik, dari CPO menjadi biodiesel.

Serta kapasitas pasar domestik yang besar. Demokrasi partisipatif Indonesia, meski riuh dan penuh dinamika, juga memberi inspirasi tentang keterlibatan rakyat dalam pembangunan. Inilah simbiosis dua bangsa serumpun yang saling menguatkan, sebagaimana pepatah Melayu mengajarkan:

Bersatu kita teguh, menceraikan kita runtuh.”

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Subandi Arya

Tags

Rekomendasi

Terkini

X