METRO SULTENG - Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di Kabupaten Tojo Una Una, Sulteng, telah berlalu. Namun hingga saat ini perbincangan soal Pilkades masih terus bergulir. Sebab pesta demokrasi enam tahunan itu masih menyisahkan "luka yang mendalam" bagi kandidat yang belum beruntung saat pertarungan itu digelar pada 3 September 2022 lalu.
Akibatnya kandidat yang dinyatakan kalah, kini melakukan gugatan. Oleh karena dokumen syarat pencalonan yang dimasukan kepada panitia Pilkades masih ada yang dinilai cacat hukum.
Hal tersebut seperti yang diungkapkan salah satu mantan kandidat calon kades yang tak ingin dipublikasikan namanya, Selasa (13/12/2022).
Ia menyebut, pelaksanaan Pilkades pada 3 September 2022 lalu, merupakan yang terburuk. Sebab kata dia, proses pelaksanaannya tidak ada regulasi yang mengatur.
“Regulasi tehknis terkait pelaksanaan Pilkades serentak pada 3 September 2022, seperti Peraturan Bupati (Perbup), tidak ada,” sebutnya.
Sehingga, ia selaku incumbent di salah satu desa di Kecamatan Togean, yang ikut bertarung pada Pilkades 3 September, tak mengakui kekalahannya. Karena menurutnya, kekalahan itu bukan disebabkan tidak ada masyarakatnya yang menyukai atau memilihnya.
Namun ada dugaan praktek tidak benar yang dilakukan rivalnya. “Hal itu yang saya tak terima. Karena menurut saya baik hukum maupun akal sehat juga tidak membenarkannya,” tegas sumber.
Kata dia, paktek yang dilakukan rivalnya tidak melampirkan ijazah asli saat memasukan berkas pencalonan kades kepada panitia.
“Rival saya yang menang dalam Pilkades tidak melampirkan ijazah asli saat memasukan berkas pencalonan. Bersangkutan diduga hanya melampirkan surat keterangan dari Disdikpora, sebagai pengganti ijazah. Dan surat keterangan yang dikeluarkan itu diduga tidak ada no surat. Sementara Peraturan Daerah (Perda) sangat jelas mengatur tentang syarat calon. Dimana calon harus memasukan minimal foto copy ijazah yang dilegalisir oleh dinas terkait, dan itu sebagai syarat mutlak,” jelasnya.
Selain itu, ia juga menuturkan kejanggalan lain terkait surat keterangan hilang ijazah dari kepolisian. Yang mana disebutkan dalam surat tersebut ijazah hilang pada tahun 2020. Sementara pada tahun 2018, rivalnya ikut dalam bertarung pemilihan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga hanya melampirkan surat pengganti ijazah dalam dokumen syarat calon anggota BPD.
“Jadi, mestinya rival saya itu harusnya melampirkan ijazah SMP asli dalam berkas pencalonan di Pilkades lalu. Sebab berdasarkan keterangan hilang dari kepolisian menerangkan kehilangan ijazah sekolah Dasar (SD) pada tahun 2020, tidak mencantumkan ijazah SMP,” ungkapnya.
Untuk itu, pihaknya melalui kuasa hukumnya telah menempuh upaya hukum dan saat ini prosesnya sedang berjalan. “Melalui kuasa hukum, telah melayangkan somasi kepada Bupati. Salah satu isi somasi itu meminta kepada Bupati Tojo Una-una, untuk menunda pelantikan,” tandasnya. ***