hukum-kriminal

Dugaan Pencurian Arca Megalitikum Modus Penelitian, Bupati Poso Kaget, Tak Pernah Terima Laporan Peneliti

Senin, 28 Februari 2022 | 11:43 WIB
Patung megalitikum lembah behoa

METROSULTENG.com-Dugaan aksi pencurian arca-arca megalitikum di Lembah Behoa, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulteng, secara masif terjadi, bukan kali ini saja terjadi, tapi sejak puluhan tahun lalu. Tapi yang mengebohkan adalah kali ini, aksi dugaan pencurian peninggalan purbakala megalitik itu terjadi dengan modus sebagai kelompok peneliti. Sehingga masyarakat tak kuasa mencegahnya. Melihat kondisi tersebut, Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Kabupaten Poso dan pemandu khusus megalitik Sulawesi Tengah, Deddy Todongi telah menyampaikan secara lisan kepada Bupati Poso dr Verna GM Inkiriwang. Kata Deddy, alangkah terkejutnya Bupati Poso saat mendengar ada penggalian arca di wilayah situs yang telah berusia antara 2500 hingga 7000 tahun itu. "Waduh, saya baru dengar ini ," ujarnya bupati seperti ditirukan Deddy kepada Metrosulteng, Senin (28/2). Selanjutnya bupati langsung menyampaikan agar semua kegiatan yang berkaitan dengan penggalian di wilayah situs tidak boleh dilakukan secara sepihak, atau tanpa sepengetahuan dirinya sebagai kepala wilayah. "Ini tidak boleh lagi terjadi, saya minta segera bikin surat edarannya sambil menunjuk kepada salah satu personal dinas di sela-sela kegiatan peninjauan lokasi FDP di Tentena, Sabtu 12 Februari lalu". Ditambahkan Deddy, eskavasi situs di Lembah Behoa, Kecamatan Lore Tengah sudah lama berlangsung. Informasi terakhir dilakukan pada bulan Mei - Juni 2021 oleh pihak yang menamakan diri sebagai Arkeologi dari Balai Arkeologi Sulawesi Utara, yang diakomodir seseorang bernama Yuniawati Umar. Masih menurut Deddy, dalam sebuah presentasenya, para penggali benda-benda purba itu menyebutkan, penggalian di dataran tinggi Lembah Behoa merupakan tahap untuk mengenal budaya megalitik di Lembah Behoa, dalam konteks dan kronologi Arca-arca serta penyelamatan kubur tempayan batu. Penggalian benda-benda purba di Lembah Behoa sendiri, sambung Deddy, sebenarnya sudah lama berlangsung. Beberapa tahun silam, dirinya pernah mewawancarai salah satu kelompok orang yang datang dari luar pulau. Menurut kelompok ini mereka adalah dosen dan mahasiswa dari sebuah perguruan ternama di Jakarta. Dalam kegiatannya, mereka banyak meng-ekvakasi gerabah-gerabah tanah yang digali dari Desa Lempe - Hangira, Lembah Behoa, dengan alasan untuk di teliti, benda-benda peninggalan purbakala itu kemudian mereka bawah, namun hingga kini tidak ada hasil penelitian yang bisa diperoleh dari kegiatan tersebut. "Kegiatan mengatasnamakan penelitian di Lembah Behoa sendiri diduga hanya sebagai modus yang bisa saja dimanfaatkan untuk memperoleh selembar ijazah dan bisa jadi dimanfaatkan sebagai materi yang kemudian dibisniskan di Black Market atau bisnis di pasar gelap," urai Deddy. Sekaitan dengan penggalian di Lembah Behoa pada Mei - Juni 2021 itu. Pihaknya telah melakukan konfirmasi ke Kesbangpol Pemda Poso yang mengaku tidak mengetahuinya. Harusnya, kata Mukhtar, selaku Kabid Politik Dalam Negeri Badan Kesbangpol Kabupaten Poso, bila ada kelompok peneliti masuk ke wilayah Poso, harusnya disampaikan dulu ke Kesbangpol yang kemudian mengeluarkan rekomendasi perizinannya. Oleh karena itu, HPI Kabupaten Poso mempertanyakan prosedur penggalian yang disebut 'arkeolog' sebagai upaya untuk mengetahui dan mengenal kebudayaan purba, dengan cara mengekskavasi dan membawa hasil temuannya keluar wilayah tanpa ijin Pemda itu, bisa diduga adalah sebuah tindakan pencurian. "Kerja mereka yang tanpa seijin pemerintah kabupaten dan provinsi bagi saya sama saja dengan kerja pemburu harta karun. Harusnya mereka minta ijin ke Pemda dalam hal ini ke Kesbangpol kemudian melaporkan hasil temuannya." "Mereka juga harusnya melibatkan pihak kepolisian apalagi saya dengar ada temuan tengkorak dan tikar pandan. Itu harusnya di forensik dulu oleh pihak kepolisian untuk membuktikan apakah material yang ditemukan benar adalah fosil manusia purba atau jangan-jangan adalah hasil kriminal yang terjadi puluhan tahun silam," urai Dessy. Temuan tikar pandan bersama kerangka manusia di areal situs mengisyaratkan adanya kehidupan aktif puluhan tahun silam atau tarulah seratusan tahun lalu sementara perkiraan usia patung antara 5000 - 2.500 tahun sebelum masehi. " "Mana ada tikar pandan bisa bertahan sampai ribuan tahun di wilayah lembab seperti di Lore Tengah yang temperaturnya begitu dingin," tuturnya.(Bn)  

Terkini