METRO SULTENG - Petani Tambak di Desa Solonsa Jaya, Kecamatan Witaponda, Kabupaten Morowali, masih punya harapan untuk menebar kembali benur udang vaname, meski demikian tambang ore nikel pun dikelola sesuai dengan, kaidah pertambangan agar tidak menimbulkan pencemaran yang merugikan petani tambak sekian tahun lamanya.
Sebagaimana pada tahun 2018-2019 petani tambak masih bisa menghasilkan, seperti udang sekitar 6 ton, ikan bandeng sekitar 6 ton, dan rumput laut atau Grasilaria sekitar 40 ton, dalam rmpang sekitar 25 hektar.
Meski begitu, setelah tambang mulai beraktifitas, di Desa Salonsa Jaya, hasil budidaya udang, ikan bandeng dan rumput laut semakin menurun hasilnya, bahkan ditahun 2024-2025 hasilnya nihil, sehingga petani tambak mengalami kerugian.
Mahmud Nusu, petani tambak yang ditemui, mengaku tidak menghalangi aktifitas pertambangan, tetapi harus sesuai dengan kaidah pertambangan yang tidak merusak lingkungan yang berpotensi mendatangkan pencemaran dan malapetaka banjir dan longsor.
"Beberapa waktu lalu sudah terjadi banjir bandang bercampur lumpur merah, jalan Trans Sulawesi pun terhambat, bahkan puluhan hektar sawah dan tambak ikut terdampak membuat petani persawahan maupun kebun sawit petani dan Empang ikut terkena dampaknya, sehingga petani mengalami kerugian," ujar Mahmud Nusu Senin (6/10/2025).
Baca Juga: Kompak Bersama Media, Kominfo Touna Dorong Peran Wartawan dalam Pengawasan Program Pemda
Hal senada dibilang Arifin, pekerja tambak yang bekerja sejak tahun 2018, sebelum ada tambang ore nikel penghasilnya membuahkan harapan yang signifikan, namun setelah tambang mulai beraktifitas, penghasilan mulai menurun.
"Setelah tambang beroperasi, tambak seluas 25 hektar hasil menurun drastis, dan kembali kami menebar benur udang vaname lagi sekitar 200.000 ekor, seiring aktifitas tambang PT Alaska kabarnya ditutup untuk sementara, dengan harapan dapat membuahkan hasil yang seperti sedia kala saat tambang belum hadir di Desa Salonsa Jaya," pinta Arifin dengan nada optimis.***