Nama Riza Chalid masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejagung sejak 19 Agustus 2025, setelah ia mangkir lebih dari tiga kali dari panggilan pemeriksaan.
Kasus yang menjerat Riza bermula pada 10 Juli 2025, ketika Kejagung menetapkannya sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.
Riza merupakan pemilik PT Orbit Terminal Merak (OTM), perusahaan yang terlibat dalam kerja sama dengan Pertamina.
Riza Chalid diduga melakukan tindak pidana korupsi dengan menghilangkan skema kepemilikan aset Terminal BBM Merak dalam kontrak kerja sama, serta menetapkan harga kontrak yang dinilai terlalu tinggi.
Berdasarkan ketentuan, kontrak kerja sama antara PT OTM dan Pertamina berlaku selama sepuluh tahun. Dalam kurun waktu tersebut, aset Terminal BBM Merak seharusnya beralih menjadi milik PT Pertamina Patra Niaga. Namun, skema kepemilikan tersebut dihapus sepihak oleh Riza Chalid.
Baca Juga: Gen Y dan Z Punya Peran Strategis dalam Transformasi Digital Layanan Pertanahan
Penetapan tersangka terhadap Riza mengacu pada Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-49/F.2/Fd.2/07/2025 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRIN-53/F.2/Fd.2/07/2025, keduanya tertanggal 10 Juli 2025.
Kerugian Negara Rp193,6 Triliun
Kejagung menyebutkan total kerugian keuangan negara akibat praktik korupsi ini mencapai Rp193,7 triliun.
Kerugian tersebut mencakup berbagai transaksi dalam negeri maupun luar negeri terkait perdagangan minyak.
Dengan status tanpa kewarganegaraan dan masih berstatus buronan internasional, Kejagung kini menunggu konfirmasi resmi dari Interpol untuk memperluas pencarian Riza Chalid di luar negeri.***