METRO SULTENG - Kabar soal program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang pernah menyita perhatian publik kembali mencuat setelah Mahkamah Konstitusi (MK) resmi membatalkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat.
Melalui putusan ini MK telah mengubah konsep Tapera yang semula bersifat pungutan memaksa menjadi sukarela.
Ketua MK, Suhartoyo, menyampaikan amar putusan perkara nomor 96/PUU-XXII/2024 dalam sidang di Gedung MK di Jakarta pada Senin 29 September 2025.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ucapnya.
Baca Juga: Bakteri Pembusuk di Balik Tragedi MBG: Insiden Keracunan Massal Siswa KBB yang di Luar Nalar
Alasan Hakim Konstitusi
Hakim konstitusi Saldi Isra menegaskan istilah ‘tabungan’ dalam Tapera tidak dapat diperlakukan layaknya pungutan resmi yang memaksa, seperti pajak.
Menurutnya, adanya kewajiban bagi pekerja menjadi peserta Tapera telah menggeser hakikat tabungan yang seharusnya bersifat sukarela.
“Penyematan istilah ‘tabungan’ dalam program Tapera menimbulkan persoalan bagi pekerja karena diikuti unsur pemaksaan dengan meletakkan kata wajib sebagai peserta,” kata Saldi.
Majelis hakim memutuskan secara bulat tanpa dissenting opinion. MK menilai iuran wajib dalam Tapera tidak lagi mencerminkan adanya kebebasan kehendak, sehingga bertentangan dengan konstitusi.
Sementara itu, hakim konstitusi Enny Nurbaningsih menambahkan bahwa Pasal 7 ayat (1) UU Tapera yang mengatur kewajiban pekerja dan pekerja mandiri menjadi peserta, merupakan ‘pasal jantung’ undang-undang tersebut.
“Karena pasal itu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, maka UU Tapera secara keseluruhan harus dinyatakan inkonstitusional,” tegas Enny.
Baca Juga: Bupati Morut Tutup HUT ke-118 Desa Lembobelala Sekaligus Resmikan Rumah Adat Mori
Gugatan dari Pekerja dan Pelaku Usaha
Permohonan uji materi UU Tapera ini sebelumnya diajukan oleh karyawan swasta Leonardo Olefins Hamonangan dan pelaku usaha Ricky Donny Lamhot Marpaung.