5. Bahwa TOP percaya diri, berani, sakti, arogan, dan besar kepala, diduga karena mendapat jaminan proteksi dari seseorang yang memiliki kuasa dan akses kepada kekuasaan.
TOP sebagaimana ASN, pun alumni STPDN lainnya sama sekali tidak memiliki kecakapan ( prestasi ) khusus. Kesetiaan dan kepatuhannya kepada pimpinannyalah yang membuat TOP berada di jalan menuju puncak karier ASN. Maka KPK harus serius mengejar “majikan” TOP yang memberinya berbagai kemudahan.
6. Bahwa proyek perbaikan jalan dan jembatan di sejumlah ruas jalan provinsi yang bersumber dari APBD diduga tidak tercantum dalam KUA/PPAS, APBD, dan Pergub Penjabaran APBD TA. 2025 yang dibahas Pj. Gubernur Ahmad Fatoni dan DPRD Sumut tahun 2024. Maka proyek tersebut tidak memiliki dasar hukum untuk dilelang maupun dikerjakan.
7. Bahwa Komisi D DPRD Sumut harus dipanggil oleh KPK terkait perencanaan bersama program dan kegiatan di Dinas PUPR Pemprov Sumut. KPK harus mendalami apakah proyek perbaikan jalan dan jembatan di ruas jalan provinsi pernah dibahas di Komisi D DPRD Sumut. KPK juga perlu memeriksa DPRD yang tidak berdaya dalam tugasnya, yakni fungsi anggaran dan pengawasan tidak berjalan.
8. Bahwa DPRD Medan dan Sumut tidak “berani” menyampaikan kritik dalam fungsi pengawasan karena diduga ada ancaman kriminalisasi hukum. DPRD takut dicari- cari kesalahannya yang berpotensi menjadi kasus hukum jika melakukan kritik, protes dalam fungsi pengawasannya.
Maka KPK perlu mendalami situasi “mencekam” tersebut agar pemberantasan dan pencegahan korupsi optimal.
9. Bahwa warga Sumut menyandarkan harapan pada keberanian, keseriusan KPK dalam memnongkar kasus ini. Warga Sumut akan mendukung semua tindakan berani KPK, sekaligus siap melawan KPK jika tidak berani membongkar kasus korupsi yang melibatkan TOP.***/Sutrisno Pangaribuan Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)