METRO SULTENG - Pelaksanaan pembayaran kompensasi tanah, bangunan dan atau tanaman pembangunan pada jalur lahan yang masuk proyek pembangunan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) oleh PT PLN (Persero), menjadi salah satu penyebab terjadinya dugaan mafia tanah.
Ini terjadi di Desa Guntarano, Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala, Sulteng.
"Kalau tidak ada ini jalur SUTT lewat lahan orang tua kami, tidak mungkin mereka rampas lokasi ini," terang Robin, salah satu ahli waris, baru-baru ini.
Menurutnya, berdasarkan surat keterangan batas yang dimiliki oleh Tjenarlin selaku penggugat, sangatlah jelas berbatasan dengan lahan milik orang tuanya.
Selain itu, jalur bentangan yang dilewati pembangunan SUTT di atas lahan orang tuanya, bukan lahan milik saudara Tjenarlin.
"Kami ahli waris dari almarhum Sulihi sebanyak 9 orang, jadi kalau mau digugat bukan hanya Rustam sendiri," katanya.
Robin mengungkapkan, pihaknya menghargai putusan pengadilan yang dimenangkan oleh penggugat Tjenarlin. Bahkan pengadilan sendiri telah melaksanakan eksekusi atas pemohonan eksekusi pada 13 Juni 2025 lalu.
Namun sebagai ahli waris, pihaknya akan kembali mengajukan gugatan seperti yang telah disampaikan oleh panitera sebelum membacakan eksekusi lahan.
Sementara itu, Tjenarlin selaku penggugat/ pemohon eksekusi, menghargai apa yang dilakukan oleh para ahli waris terkait langkah hukum pasca eksekusi lahan tersebut.
Perlu diketahui, pembayaran kompensasi bentangan proyek pembangunan SUTT melewati beberapa wilayah, diantaranya Kecamatan Tanatovea, Kecamatan Labuan dan Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala.
Pembayaran kompensasi telah dilaksanakan pada 5-6 Oktober 2023, yang mana jaringan kelistrikan ini diambil dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Palu-3, yang sedang proses penyelesaian pembangunan konstruksi pembangkit di Desa Lero Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala. (Ahmad Muhsin/Metrosulteng).