hukum-kriminal

Tambang Berjaya, Petani Tambak dan Sawah di Witaponda Meradang Tercemar Limbah

Rabu, 23 April 2025 | 11:07 WIB
Potret pencemaran linbah tambang Sawah dan tambak Petani diduga tercemar limbah Tambang, (foto: RD)

METRO SULTENG - Petani tambak di Desa Salonsa, Kecamatan Witaponda, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, meradang, di duga akibat tercemar Limbah Tambang Perusahaan yang beroperasi di Desa Salonsa. Tak hanya itu, pantauan langsung dilapangan, sawah petani pun ikut terkena imbas dugaan pencemaran, sehingga terancam gagal panen.

Seperti dikatakan salah seorang petani tambak, yakni Arifin, mengaku selama beroperasinya tambang ore nikel, pendapatannya menurun drastis, bahkan selama tiga tahun belakangan ini hasil rumput laut atau sango-sango nihil, karena diduga tercemar limbah tambang.

Baca Juga: Dari Morowali untuk Bumi: PT Vale IGP Tanam Harapan Lewat Reklamasi Sejak Langkah Pertama

"Dirinya selaku petani tambak sejak tahun 2015 silam, hasil sango-sango kering bisa mencapai 40 ton sekali panen perbulan, dilima petakan, dengan penghasilan uang sebesar Rp 40 juta, itu pun gaji saya selaku pengelola atau pekerja budidaya rumput laut, meski begitu tiga tahun belakangan ini hasilnya nihil, selama tambang ore nikel beroperasi," ujar Arifin petani tambak , Rabu (23/4/2025).

Sementara rekan kerja Arifin diketahui bernama pak Syam yang memiliki empat orang anak, mengaku, selama dua tahun tidak ada hasil, sango-sango yang dibudidayakan di tegalan tambak tidak bisa berkembang, akibat airnya berwarna merah.

"Kami sekarang tidak bisa berbuat apa-apa, karena sama sekali tidak ada hasil, kecuali menjerat kepiting untuk penyambung hidup, dan biaya anak yang sekolah, benur bandeng pun yang ditebar di tambak hanya dalam satu Minggu mati semua, harapan saya semoga pihak pemerintah datang melihat langsung kondisi tambak yang diduga tercemar akibat tambang ore nikel," keluh Syam.

Baca Juga: Kajati Sulteng Akan Periksa Kadis P dan K Poso Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan Computer Tahun 2022

Hal senada diungkap Andi Mahmud, dia mengaku sudah selama tiga tahun belakangan ini bergelut jadi petani tambak budidaya rumput laut, namun hasilnya nihil.

"Padahal kalau kondisi normal, tambaknya seluas sekitar 1, 5 hektare bisa menghasilkan 4 ton sekali panen perbulan sango-sango, dengan nilai harga sebesar sekitar Rp 24 juta, namun sekarang, penghasilan kami nihil, karena airnya berwarna merah bercampur lumpur," sebut Andi Mahmud dengan nada keluh.***

 

Tags

Terkini