ekonomi

Ketahanan dan Kemandirian Pangan Komoditi Perikanan, Perlu Peta Jalan Terukur

Kamis, 31 Oktober 2024 | 09:19 WIB
Hasanuddin Atjo (tengah) saat mengunjungi salah satu TPI di Provinsi Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu.

Oleh: Dr. Hasanuddin Atjo

KETAHANAN pangan menjadi salah satu program unggulan kabinet Merah Putih Prabowo dan Gibran yang baru saja dilantik pada Minggu 21 Oktober 2024.

Ketahanan pangan tersebut bisa dimaknai kemampuan dari masyarakat mengakses kebutuhan pangan memenuhi kebutuhan hidupnya, sesuai dengan standar kalori yang berlaku.

Selanjutnya kemandirian dapat dimaknai kemampuan sebuah negara dalam menyediakan psngan bagi masyarakatnya secara mandiri tanpa harus mengimpor dari negara lain. Biasa disebut swasembada.

Karena itu faktor daya beli masyarakat, ketersediaan pangan, serta infrastruktur distribusinya, menjadi faktor pengungkit keberhasilan dari program ketahanan pangan, yang diapresisasi sejumlah pihak.

Baca Juga: Budidaya Ikan Nila Strategis dalam Penyediaan Protein dan Membuka Lapangan Kerja

Ketiga faktor tersebut diatas pada umumnya masih bersoal di negeri bergelar kepulauan ini yang berpenduduk pada semester pertama tahun 2024 sebesar 282,5 juta jiwa dengan jumlah orang miskin sebanyak 25,22 juta orang (9,03%).

Daya beli masyarakat miskin dan hampir miskin tentunya rendah, dan sulit mengakses kebutuhan pangan didasarkan standar kebutuhan kalorinya, yaitu sekitar 2.100 kalori per hari pada wanita dewasa, dan 2.500 kalori pada pria.

Daya akses terhadap pangan diperparah jika harga pokok produksi (HPP) pangan tinggi dan berfluktuasi dikarenakan pengaruh musim dan teknologi produksi yang belum sesuai. Ditambah lagi dengan kondisi infrastruktur distribusi yang kurang memadai.

Hasanuddin Atjo (kedua dari kanan) saat bersama pembudidaya ikan Lele dan Nila.

Sejumlah program intervensi seperti bantuan langsung tunai, bantuan sembako dan subsidi pangan murah dalam rangka peningkatan akses dinilai oleh sejumlah kalangan belum bisa menyelesaikan masalah, perlu dibenahi dan lebih mendorong program pemberdayaan.

iknBaca Juga: Perlu Roadmap untuk Menjadi Penyangga IKN

Ikan hasil perikanan budidaya dan perikanan tangkap adalah salah satu sumber pangan bagi masyarakat, guna memenuhi kebutuhan protein yang saat ini dinilai masih kurang, dengan tingkat konsumsi per kapita per tahun masih sebesar 56,8 kg (KKP 2023). Padahal negeri ini kaya akan sumberdaya ikan.

Angka konsumsi ikan nasional masih berada dibawah rata-rata konsumsi ikan di Asia, seperti Malaysia (80 kg/kapita/tahun), Singapura (90 kg/kapita/tahun), serta Jepang yang mencapai (140 kg/kapita/tahun). Oleh karenanya angka stunting pada tiga negara itu tergolong rendah.

Soal yang dihadapi sektor KP dalam penyediaan protein ikan masih klasik, yaitu HPP yang masih tergolong tinggi dan berfluktuasi. Sejumlah faktor menjadi penyebab soal itu, antara lain inovasi-teknologi produksi, infrastruktur logistik, dan regulasi serta dukungan pembiayaan yang masih mahal.

Perikanan tangkap dikerjakan masih secara konvensional, sifatnya musiman, ditambah lagi oleh akses bahan bakar yang makin sulit dan mahal serta infrastruktur logistik mulai pusat pendararatan ikan, pabrik es serta coldstoredge yang dinilai masih kurang dari standar minimal.

Halaman:

Tags

Terkini