ekonomi

Paradigma Baru Peningkatan Produksi Udang Berdaya Saing Global

Minggu, 26 Mei 2024 | 18:41 WIB
Dr. Hasanuddin Atjo.

Oleh: Dr. Hasanuddin Atjo

Bertempat di Swiss- Belhotel Silae Palu, tanggal 18 Mei 2024, dilaksanakan seminar nasional peningkatan produksi udang berkelanjutan, dilaksanakan Shrimp Club Indonesia (SCI).

Pada kesempatan tersebut saya menawarkan kiranya perlu melahirkan "paradigma baru", meningkatkan produksi udang nasional berdaya saing global pada negara bercirikan kepulauan seperti Indonesia.

Negara kepulauan ini, terkesan sulit meningkatkan produksi udangnya, yang masih berada pada kisaran 400 - 500 ribu ton per tahun (berdasarkan data dihimpun dari asosiasi udang, 2023). Kalah dari negeri yang bergaris pantai lebih pendek seperti Ekuador dan Vietnam.

Baca Juga: Dr. Atjo Ungkap Problematik Budidaya Udang Indonesia dan Gagas Paradigma Baru

Padahal negeri ini memiliki areal tambak udang tradisional terbesar, garis pantai kedua terpanjang di dunia (99.083 km), tersedia sejumlah areal baru yang bisa dirancang sebagai tambak udang modern ramah lingkungan berkelanjutan.

Ekuador dengan garis pantai 2.237 km, produksi udangnya pada tahun 2023 sebesar 1,2 juta ton. Sementara Vietnam bergaris pantai 3.200 km pada tahun yang sama produksinya mencapai 600 ribu ton.

Tidak hanya kalah dalam hal produksi. Harga pokok penjualan (HPP) udang kita juga lebih tinggi 0,3 - 0,7 USD per kg-nya dari negara kompetitor seperti Ekuador, India dan Vietnam.

Mutu udang kita juga disinyalir rendah oleh karena penerapan sistem rantai dingin (cold chain system) belum bisa maksimal karena terbatasnya ketersediaan es. Selain itu, menghabiskan waktu yang lebih lama untuk membawa udang dari tambak ke pabrik pengolahan.

Paradigma yang disampaikan pada seminar nasional tersebut mendapat apresiasi positif dari beberapa petambak, perusahaan benur, dan pabrik pakan serta sejumlah supporting yang lain. Mereka cenderung sependapat dengan paradigma itu. 

Baca Juga: Sulteng Berpeluang Jadi Sentra Udang Nasional

Lima paradigma dimaksud penulis adalah:

Pertama, merubah mindset stakeholders, bahwa budidaya udang sudah harus disetting sebagai sebuah industri yang berkelanjutan. Untuk pengembangan industri ini harus dilakukan dengan pendekatan hulu dan hilir, berada pada satu kluster yang terkoneksi satu sama lain.

Karena terlahir sebagai negara kepulauan, maka industri hulu dan hilir seyogianya berbasis pulau besar. Harapannya agar biaya angkut yang mahal dapat ditekan serta mutu udang bisa lebih baik karena waktu angkut ke pabrik prosesing lebih dekat.

Dengan pendekatan seperti itu HPP bisa ditekan. Biaya angkut pakan, benur dan hasil panen bisa lebih murah. Benur tidak perlu naik pesawat lagi, karena cukup dengan menggunakan transportasi darat.

Bisa dibayangkan biaya angkut benur dariJawa -Bali ke wilayah timur seperti Palu, per ekor harus dibayar dengan harga satu ekor benur. Belum lagi ongkos angkut saprotan seperti pakan dan lain-lain.

Halaman:

Tags

Terkini