Sulteng 2024-2029: Idealnya Menekan Pertumbuhan Anomali, Pangan dan Pariwisata Diseriusi

photo author
- Rabu, 5 Juli 2023 | 05:25 WIB
Dr Hasanuddin Atjo. (Foto: Dok)
Dr Hasanuddin Atjo. (Foto: Dok)

Oleh: Hasanuddin Atjo (Ketua Komisi Penyuluhan Pertanian) 

Perhelatan pesta demokrasi, untuk Pilpres, Pilkada dan Pileg segera digelar pada tahun 2024. Tentunya masyarakat sangat berharap agar penyelenggaraannya maupun figur yang ikut berkontestasi dan terpilih sesuai harapan.

Harapan itu berkaitan erat dengan bonus demografi tahun 2030, yang harus dipersiapkan lebih baik lagi agar sejumlah lowongan kerja bisa diisi oleh tenaga kerja dalam negeri dan mampu bersaing dengan SDM asing yang saat ini mulai mengisi pasar kerja pada sejumlah sektor.

Viisi Indonesia emas tahun 2045 juga menjadi harapan diwujudkan. Menurut Pricewaterhouse Cooper Ekonomi Indonesia saat 100 tahun merdeka, menempati peringkat ke 5 setelah China, Amerika Serikat , India dan Brasil, dengan nilai PDB sekitar $ US 5 triliun, meningkat sebesar 5 kali dari PDB 2019.

Perencanaan, implementasi dari kesemua itu sejatinya harus lebih terukur agar potensi sumberdaya yang dimiliki dapat dimanfaatkan dan bermakna bagi negeri maritim ini, utamanya bagi kesejahteraan masyarakat yang saat ini masih berpendapatan rendah sekitar $US 4.300 per kapita per tahun.

Negeri ini jangan sampai terjebak takdir “Kutukan Sumberdaya Alam” yang bermakna bahwa terlena oleh eksploitasi sumberdaya alam yang melimpah, menyebabkan ekonomi tumbuh cepat dan tinggi, namun sifatnya sesaat, semu, tidak merata dan tidak berkelanjutan.

Kasus pada sejumlah negara yang terjebak mengeksploitasi potensi sumberdaya alam tanpa pola yang terstruktur seperti eksplotasi hutan dan tambang, awalnya berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi negara itu.

Namun, pada kurun waktu panjang negara itu mengalami degradasi lingkungan yang parah, naiknya angka kemiskinan, karena terfokus pada eksploitasi SDA yang tidak dapat pulih/lambat pulih. Kasus seperti ini dialami Negara Kongo, Angola, Nauru dan Venuzeala.

Sulawesi Tengah sebagai bagian integral, memiliki wilayah daratan sekitar 61.000 km persegi. Hampir 35 persen wilayah pulau Sulawesi berada di provinsi ini yang mekar dari Sulawesi Utara 13 April 1964, dan memilih pohon kelapa sebagai lambang daerah. Pertanda daerah ini potensial bagi pengembangan perkebunan dan pangan darat lain.

Selain itu, daerah ini memiliki garis pantai sekitar 6.013 km dengan empat WPP (wilayah pengelolaan perikanan) yaitu laut Sulawesi, selat Makassar, Teluk Tomini dan Teluk Tolo.

Tentu ini sangat potensial peruntukan pengembangan sektor Kelautan-Perikanan serta wisata bahari sebagai sumber pangan, pendapatan masyarakat maupun devisa.

Ekuador dengan garis pantai tidak sampai separuh Sulteng, sekitar 2.700 km bisa menjadi produsen budidaya udang vaname terbesar dunia dengan produksi pada tahun 2022 sebesar 1,2 juta ton, kalahkan Indonesia yang produksinya pada tahun yang sama sebesar 0,5 juta ton meskipun memiliki garis pantai terpanjang kedua hampir 100. 000 km.

Tidak hanya itu, daerah ini memiliki potensi tambang yang tidak kalah hebatnya, antara lain Nikel, logam mulia emas, dan galian C. Bahkan galian C asal daerah ini mutunya diakui sebagai salah satu terbaik dan banyak dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan wilayah di Kalimantan. Hanya saja eksploitasi sektor ini harus ramah lingkungan.

Sebagai wilayah dilintasi equator line, daerah ini sangat berpotensi mengembangkan “green energi” melalui pemanfaatan energi surya sebagai pembangkit tenaga listrik yang kini sedang menjadi trend di sejumlah negara maju dan sedang berkembang. Ketersediaan energi listrik ramah lingkungan menjadi kunci bagi pengembangan industri pangan dan pariwisata.

Sulawesi Tengah semakin terkenal seantero negeri ini. Karena memiliki pertumbuhan ekonomi dan tingkat investasi kategori tinggi.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Icam Djuhri

Tags

Rekomendasi

Terkini

X