Pilar hilir adalah pedagang antara, antara lain pengepul dan kolektor besar serta industri prosessing yang pada umumnya berada jauh dari sentra produksi. Perlu waktu beberapa hari tempuh.
Model pengelolaan integrasi hulu - hilir telah dipraktikkan sejumlah perusahaan besar era tahun 1980 - 1990 seperti PT Dipasena dan Bratasena di Tulang Bawang-Lampung.
Namun setelah itu semuanya gagal tidak berlanjut, karena kasus penyakit udang yang sporadis meghantam kawasan tambak yang menerapkan konsep bisnis inti dan plasma tersebut.
Baca Juga: Bisnis Udang RI Makin Pelik, Bisa Produksi Tapi Sulit Jual, Pembenahan Mesti Totalitas
KKP RI, kembali mengulang konsep ini setelah melalui redesain. Modelling BUBK (Budidaya Udang Berbasis Kawasan) yang dibangun tahun 2021 dan beroperasi tahum 2023 belum memberi perfoma sebagai modelling.
Tahun 2025 melalui pinjaman luar antara lain ADB, KKP mengembangkan Integrated Shtimp Farming (ISF) di Kab. Waingapu NTT dengan luas areal sekitar 2.000 ha dan nilai investasi sebesar $US 5 juta atau 7,1 - 7 5 triliun rupiah.
Memanfaatkan pinjaman yang sama juga membangun model integrasi di Sulawesi Utara dengan kawasan lebih kecil sekitar 500 ha dan investasi kurang lebih 500 milyar rupiah.
Semua berharap agar kiranya proyek integrasi ini mampu memberi solusi dan kemudian menjadi contoh sebagai industri udang tangguh agar bisa diikuti oleh pelaku usaha lain.
Terakhir, Senin sore (15/4/25) bertempat di salah satu cafe Kota Makassar dilaksanakan dialog terbatas antara SCI Pusat dan Daerah.
Hasil dialog tersebut akan melahirkan model integrasi hulu - hilir dari tiga pilar industrialisasi udang dengan pendekatan kesepahaman dan kesepakatan terukur.
Bermakna bahwa tiga pilar itu harus melakukan perubahan terukur dalam rencana dan implementasi sesuai dengan SOP.yang disepakati bersama berlandaskan asas/prinsip keberlanjutan.
Model ini diharapkan menjadi model yang dapat dukungan Pemerintah pusat dan Daerah, sehingga bisa sukses dan kemudianmenjadi lokus studi tiru. (*)