Gubernur Minta Gerak Bersama, Tiga Kabupaten Tertinggi Inflasi di Sulteng Bulan Agustus 2025

photo author
- Kamis, 4 September 2025 | 06:48 WIB
Gubernur Sulteng pimpin rapat TPID, Rabu (3/9/2025).
Gubernur Sulteng pimpin rapat TPID, Rabu (3/9/2025).

METRO SULTENG – Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, memimpin langsung Rapat Koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) bersama seluruh kabupaten/kota di ruang Polibu, Kantor Gubernur, Rabu (3/9/2025).

Gubernur didampingi Wakil Gubernur dr. Reny Lamadjido, Kepala BI Sulteng Muhammad Irfan Sukarna, dan Kepala BPS Sulteng Imron Taufik J. Musa. Sejumlah bupati juga bergabung melalui zoom meeting.

Dalam pengantarnya, Gubernur menegaskan bahwa inflasi Sulteng per Agustus 2025 mencapai 3,62 persen year-on-year dan menempatkan daerah ini masuk 10 besar provinsi dengan inflasi tertinggi nasional.

Baca Juga: Dengan Gagah Berani, Gubernur Anwar Hafid Temui dan Duduk Bersama Ribuan Demonstran

“Kalau kita lihat per kabupaten, Tolitoli mencatat 5,70 persen, Morowali 5,69 persen, dan Banggai 4,66 persen. Tiga daerah ini harus segera bergerak cepat karena menjadi penyumbang terbesar inflasi Sulteng,” tegas Anwar.

Ia menyebut beras sebagai komoditas utama pemicu inflasi, terutama di Morowali, Tolitoli, dan Banggai. Karena itu, ia mendorong gerakan pasar murah yang lebih masif hingga ke desa-desa.

"Kita libatkan Bulog, TNI-Polri, kepala desa, camat, semua harus bergerak bersama. Hanya dengan cara itu harga beras bisa distabilkan, dan target kita tiga bulan ke depan inflasi harus turun di bawah 3,5 persen,” ujarnya.

Anwar menekankan pentingnya sinergi antara TPID provinsi dan kabupaten/kota agar langkah yang ditempuh berdampak langsung. Ia berharap rakor menghasilkan rekomendasi konkret yang bisa segera dijalankan.

Baca Juga: Kewenangan Daerah soal Pertambangan, Anwar Hafid: Tolong Diperjelas Wewenang Pengawasannya

“Kita tidak bisa hanya bicara konsep. Yang dibutuhkan masyarakat adalah tindakan nyata agar harga tetap terkendali,” tegasnya.

Kepala BI Sulteng, Muhammad Irfan Sukarna, mengungkapkan distribusi beras dari daerah produsen seperti Banggai dan Morowali justru lebih banyak terserap ke luar provinsi, termasuk Gorontalo dan Maluku Utara. Akibatnya, harga beras di Sulteng justru lebih tinggi dibandingkan daerah tujuan distribusi.

Ia menjelaskan, berdasarkan data BPS, hingga Agustus 2025 Sulteng masih mencatat surplus beras lebih dari 58 ribu ton. Dengan surplus itu, kebutuhan provinsi seharusnya tercukupi.

Namun alokasi distribusi yang tidak seimbang membuat stabilisasi harga terganggu. Karena itu, ia menekankan perlunya pengelolaan ulang alokasi beras agar pasokan untuk Sulteng diprioritaskan sebelum dijual ke provinsi lain.

Baca Juga: Dilepas Gubernur Anwar Hafid, Ribuan Peserta Ikut PAN Walk

Irfan juga mengingatkan faktor musim hujan di bulan Oktober yang dapat mengganggu proses pengeringan hasil panen. Menurutnya, upaya menjaga kualitas beras dan memperkuat rantai distribusi harus segera dilakukan, termasuk peningkatan kapasitas rice milling unit di daerah seperti Parigi Moutong.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Icam Djuhri

Tags

Rekomendasi

Terkini

X