METRO SULTENG - Pelaku UMKM di Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara (Morut), yang berjarak sekitar 3 kilometer dari area industri nikel, mengeluh akibat omzet penjualan menurun drastis.
Salah satu pelaku UMKM yang sehari-harinya berjualan Es Teler Mataram, mengaku omzet penjualannya menurun drastis.
Tahun 2024, omzet bisa rata-rata Rp300 ribu per hairi. Namun sekarang per bulan, Juli -Agustus 2025, untung- untung kalau dapat Rp 100 ribu per hari.
Baca Juga: Bupati Delis Tampilkan Potensi Morut di Apkasi Otonomi Expo 2025
"Meski begitu kalau tanggal muda dimana karyawan industri nikel gajian dagangannya bisa laku mencapai kisaran Rp700 ribu. Dagangan es teler juga menurun akibat pengaruh cuaca, sehingga sangat berpotensi menurunkan omzet pendapatan," ujar Elvis, pedagang Es Teler Mataram di Desa Bunta, Sabtu (30/8/2025).
Sementara itu, pedagang makanan mengaku penjualan masih stabil, karena makanan dijual dengan harga standar.
Seperti nasi campur harga Rp10.000 dengan lauk telur. Kalau lauk ikan Rp15.000 per porsi.
Baca Juga: Wabup Morut Hadiri Rakornas Produk Hukum Daerah 2025, Tegaskan Komitmen Perkuat Iklim Investasi
Dari penelusuran hingga di Dusun Bungini Desa Bunta di seputar Pos 4 PT SEI, salah satu pelaku usaha rumah makan juga mengeluh akibat mahalnya sewa lapak yang mencapai Rp2.500.000,- per bulan. Sementara kondisi lapak dindingnya terbuat dari kayu, luasnya pun sekitar 3x5 meter. Sementara air bersih pun harus dibeli dengan harga Rp50.000 per tong.
Beberapa karyawan industri nikel di Kabupaten Morowali Utara juga mengeluhkan sewa kamar kos yang berkisar Rp 1,3 juta hingga Rp 1,5 per bulan.
"Ukurannya juga kurang layak untuk hunian keluarga," keluh salah seorang karyawan PT NNI. (*)