Sementara itu swasembada pangan bertujuan menjamin pasokan bahan baku pangan secara mandiri, tidak lagi harus mengimpor dari luar seperti beras, jagung, kedelai dan yang lain sebagaimana yang terjadi selama ini.
Menilik ukuran dari ketahanan dan swasembada pangan, tentunya bukan perkara yang mudah merealisasikannya. Diperlukan koordinasi maupun tatakelola yang sesuai, terukur dan satu komando, mengingat begitu banyak kementerian dan lembaga yang saling terkait.
Tercapainya swasembada itu akan meningkatkan kualitas ketahanan pangan dari satu wilayah, termasuk desa. Dalam pengertian unsur ketersediaan, keterjangkauan dan stabilitas pasokan pengan lebih terjamin.
Karenanya swasembada dan ketahanan pangan merupakan dua hal yang harus didorong secara bersamaan, bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
Kapasitas Bumdes dan TPD dinilai oleh sejumlah kalangan menjadi satu diantara kunci sukses terwujudnya program swasembada dan ketahanan pangan desa.
Baca Juga: Survei Indikator: Mayoritas Masyarakat Puas dengan Kinerja Presiden Prabowo
Keduanya perlu dipersiapkan karena terindikasi masih banyak Bumdes dan TPD yang berstatus belum sukses untuk mengelola dan meningkatkan perekonomani desa, utamanya pada desa berstatus sangat tertinggal, tertinggal maupun desa berkembang.
Bumdes masih diperhadapkan pada tingkat kepercayaan atau trust terhadap lembaga keuangan, masyarakat dan mitra kerja, sehingga dinilai sangat sulit membesarkan dirinya secara mandiri.
Sementara itu, TPD memiliki keterbatasan kompetensi untuk meningkatkan produksi pangan, karena tidak disiapkan secara khusus seperti PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan).
Berkaitan dengan itu kreatifitas daerah menjadi poin penting mendukung suksesnya program ketahanan dan swasembada pangan desa melalui peranan organisasi perangkat daerah seperti Bappeda, Dinas PMD dan dinas lingkup Pertanian.
Diperlukan role model (pilot project) penerapan program ketahanan dan swasembada pangan desa pada setiap desa berstatus sangat tertinggal, tertinggal, berkembang, maju, dan mandiri dengan strategi masing-masing, disesuaikan dengan statusnya.
Target dari role model adalah menjadikan desa bisa mandiri mengelola ketahanan dan swasembada pangan, tidak lagi bergantung kepada dana desa (DD) yang jumlahnya terbatas. Dan Bumdes maupun TPD mampu berperan secara profesional.
Terakhir bahwa pasti ada role model yang sukses dan ada yang gagal. Yang sukses bisa menjadi lokasi studi tiru bagi desa lainnya. Sementara yang gagal harus dievaluasi serta dibenahi. (*)