METRO SULTENG - Proyek infrastruktur pengendali banjir yang dikerjakan PT Selaras Mandiri Sejahtera (SMS) di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah, senilai Rp150 miliar, belum sesuai harapan. Pekerjaan di lapangan mengalami keterlambatan.
Proyek ini dikelola Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi III, Palu, di Jalan Abdurrahman Saleh. Nama paket pekerjaannya, River Improvement in Palu City Area (Downstream of Palu Considering Tsunami Countermeasures, Kawatuna, Ngia River).
Informasi dari masyarakat yang diterima media ini beberapa hari lalu, terungkap bahwa proyek tersebut mengalami keterlambatan signifikan.
Hingga bulan Juli 2024, progres fisik pekerjaannya minus (deviasi) hingga 30 persen dari target yang seharusnya dicapai.
Baca Juga: PIN Polio di Tolitoli, Bupati Minta Orang Tua Jangan Ragu Bawa Anaknya Ketempat Layanan Kesehatan
Beberapa item pekerjaan disebutkan mengalami keterlambatan di lapangan. Padahal kontrak PT SMS untuk mengerjakan proyek hanya setahun, yaitu dari Agustus 2023 hingga Agustus 2024.
Tapi anehnya, keterlambatan pekerjaan perusahaan yang beralamat di Jakarta ini bukannya terancam putus kontrak, tapi malah mendapat addendum penambahan waktu dari pihak BWS Sulawesi III.
Kontrak PT SMS di-addendum hingga Desember 2024. Perusahaan diberi waktu sekitar empat bulan lagi untuk menyelesaikan pekerjaan.
Kepala Proyek (Kapro) PT SMS, Fajar, yang dikonfirmasi soal keterlambatan progres pekerjaan tidak membantahnya. Ia mengakui terjadi keterlambatan dan minus progres.
"Tidak juga segitu (deviasi 30 persen). Hanya sekitar 26 persen saja," ujarnya dikonfirmasi via telepon di aplikasi WhatsApp, Selasa sore (23/7/2024) sekitar pukul 17.05 Wita.
Fajar mengungkapkan beberapa alasan kenapa proyek pengendali banjir yang tersebar di tiga sungai di Kota Palu (Sungai Palu, Kawatuna, dan Sungai Ngia) itu terlambat.
Pertama, stok material lambat tersedia. Material yang digunakan kata Fajar merupakan material pilihan yang harus diorder ke pihak vendor dulu. Tapi di saat yang bersamaan stok tidak tersedia.
"Material seperti batu pecah (batu split) sulit kami dapatkan. Orderan banyak dikirim untuk memenuhi permintaan pembangunan ke IKN (ibukota negara) di Kalimantan," jelas Fajar.
"Jadi kami terpaksa menunggu. Mau tidak mau. Karena suplai material dari Palu ke IKN prioritas," tambahnya.