Ketika Siber Menggusur Budaya Lama Bermedia

photo author
- Kamis, 24 Agustus 2023 | 18:11 WIB
Sekjend Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Mohammad Nasir.
Sekjend Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Mohammad Nasir.

Sekarang smartphone android bisa digunakan mengirim teks dan gambar hanya tiga langkah. Mengarahkan cursor ke pengiriman, pilih yang akan dituju, lalu tekan kirim (send). Betapa mudahnya. Ini surga bagi wartawan yang mengirim naskah berita dari luar kantor.

Namun kemudahan dan kenyamanan itu berujung duka. Diiringi “badai” internet. Semua serba internet.

Pertumbuhan media berbasis internet, yang disebut media online atau media siber tumbuh di mana. Kebiasaan membaca lewat media cetak tergerus. Belanja iklan sebagian beralih ke media digital.

Media cetak kehilangan sebagian besar pemasukan iklan. Satu per satu media cetak tutup. Seluruh dunia media cetak, seperti koran, tabloid, dan majalah banyak yang gulung tikar dan tutup.

Era digital menjadi membudaya, menggusur tradisi bermedia lama. Cara mendistribusikan media berbeda, tradisi newsroom berubah, karena setiap menit berita bisa disiarkan melalui media online.

Baca Juga: Bos Tentara Bayaran Rusia Wagner Group Tewas Dalam Kecelakaan Pesawat Jatuh Bersama 7 Penumpang Lainnya

Jurnalisme pun mulai berubah. Berita yang belum dikonfirmasi kebenarannya boleh tayang, sambil menunggu dilengkapi hasil konfirmasi. Semua dilakukan demi kecepatan.

Terjadi Disrupsi

Saat itu kemudian terjadi disrupsi teknologi dan sosial di mana-mana. Masyarakat beralih ke digital dalam mencari informasi. Perusahaan media pers digital banyak tumbuh di mana-mana. Sementara media pers cetak banyak yang tutup untuk selamanya. Sebagian di antaranya bermigrasi ke online.

Ketika terjadi perubahan pekerjaan media dengan semangat kebaruannya di perusahaan media, dapat diperkirakan perguruan tinggi yang mempunyai jurusan jurnalistik ikut terkena disrupsi.

Lulusannya tidak bisa memenuhi tuntutan pekerjaan, karena apa yang diajarkan kepada mahasiswa berbeda dengan tuntutan lapangan kerja.

Praktis perguruan tinggi harus “belanja” ilmu jurnalisme baru, melakukan penelitian untuk memperoleh pengetahuan terbaru. Ada perguruan tinggi yang kemudian merekrut dosen dari kalangan praktisi media online, untuk memenuhi kebutuhan link and match dengan dunia kerja.

Sebut saja salah satu perguruan tinggi di Jakarta, Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama) yang merekrut praktisi dari media siber untuk menjadi dosen di fakultas komunikasinya.

Disrupsi yang lebih tampak nyata terjadi di media pers cetak. Situasi bisnis perusahaan pers konvensional melemah, sebagian wartawan dipotong gaji mereka, ada yang kemudian dirumahkan, dan bahkan diberhentikan secara permanen.

Baca Juga: Kasman Lassa Kembali Jalani Pemeriksaan Terkait Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Alat TTG di Polda Sulteng

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Icam Djuhri

Tags

Rekomendasi

Terkini

X