Olehnya, sejumlah masyarakat Unsongi yang tergabung kedalam Koalisi Masyarakat Unsongi (KMU) menggelar aksi di dua kantor perusahaan pertambangan batu gamping yaitu PT RUJ yang berkantor di Desa Nambo dan PT MBN di Lahuafu pada, Rabu (31/8/2022).
Dalam aksinya, KMU menolak segala IUP dan WIUP yang masuk ke dalam lahan pertanian masyarakat dan meminta agar pihak perusahaan PT MBN dan PT RUJ tidak melakukan kegiatan blasting (peledakan) dalam aktivitas pertambangan.
KMU juga meminta pihak PT MBN agar menhentikan kegiatan reklamasi dan relokasi dan menolak keras aktivitas yang menggunakan jalan trans sulawesi
Terakhir, KMU mengecam keras PT MBN yang menjual batuan ke pihak PT Wanxiang Nikel Indonesia melalui jalur transportasi darat.
KMU juga berharap agar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Dinas Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Morowali (DLHD) agar mencabut IUP dan WIUP yang masuk diwilayah pertanian masyarakat.
Baca Juga: Bermalam di Mimika, Jokowi Akan Temui Karyawan Freeport di Tembagapura
Baca Juga: Polsek Mangkutana Ungkap Pencurian Mobil Suzuki Carry Yang Akan Dijual ke Warga Poso
Baca Juga: Dampak Tambang Rusak Lahan Pertanian dan Air, Warga Desa Unsongi Morowali Seruduk PT MBN dan RUJ
Dalam berita acara juga tertulis jelas, KMU sangat sesalkan pemerintah daerah Kabupaten Morowali yang dinilai lebih mengutamakan kebutuhan pemodal ketimbang kebutuhan masyarakat.
"Konteks ini didukung dari relasi kuasa, dimana sebuah kekuasaan yang turut melanggengkan perampasang hak atas tanah petani, sehingga melahirkan sebuah praktek kekuasaan yang dilakukan dua sisi yaitu secara kekuasaan dan teritorial," tulis KMU dalam berita acara aksi.
Ditambahkan, bahwa apa yang dialami masyarakat Unsongi saat ini sesungguhnya bukan merupakan sebuah kebetulan, atau kepentingan umum secara menyeluruh, akan tetapi sebuah skema yang telah dirancang sedemikian rupa sesuai dengan perencanaan, yang telah digagas oleh penguasa dan pemilik modal yang pada ujungnya akan melalui praktek represitivitas, kriminalisasi hingga penggusuran secara paksa.
"Dengan kata lain, perampasan ruang hidup merupakan implikasi dari kepentingan kekuasaan dan akumulasi keuntungan, sementara penduduk setempat hanya kebagian sebagai korban yang kehilangan hak-haknya, bahkan mata pencahariannya," ungkap KMU.***