Selain penolakan tambang emas bawah tanah, warga lingkar tambang juga mendesak penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) Poboya Palu.
Warga membandingkan kondisi di Poboya tidak sama dengan daerah lainnya seperti Parigi Moutong (Parimo), dimana saat ini wilayah pertambangan emasnya telah mendapatkan IPR.
Tuntutan warga terkait kepastian penerbitan IPR juga mendapat dukungan dari lembaga adat setempat.
Sekteraris Dewan Adat Poboya, Herman Pandejori menekankan pentingnya IPR dalam memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi para penambang rakyat.
Lagipula, kata dia, desakan agar pemerintah (Kementerian ESDM) segera menerbitkan IPR telah lama digaungkan Dewan Adat Poboya, tapi hasilnya hingga kini belum juga terwujud.
"Kami mendukung aksi warga yang memperjuangkan hak-haknya. IPR ini juga sudah lama diperjuangkan, tapi belum direalisasikan," kata Herman.
Baca Juga: Aktivis Lingkungan Tantang CPM Buka Data Pemantauan Kualitas Udara di Poboya
Atas nama Dewan Adat Poboya, dirinya meminta PT Citra Palu Minerals (CPM) yang beroperasi di wilayahnya memerhatikan masyarakat lingkar tambang, terutama yang berkaitan dengan hak ulayat.
"Masyarakat (Poboya) mendiami wilayah ini jauh sebelum adanya perusahaan. Jika mereka (CPM) makan di tanah nenek moyang kami, masyarakat juga harus bisa makan. Ini demi keadilan," Herman mengingatkan. (*)