“Jika Pilkada melalui DPRD, itu tetap demokratis sesuai konstitusi. Namun, penguatan DPRD sangat penting untuk mencegah praktik vote buying,” ujar Hamid.
Menurutnya, meskipun vote buying mungkin tetap terjadi, potensi kerusakannya lebih kecil dibandingkan sistem Pilkada langsung.
“Kita perlu memastikan DPRD diisi figur-figur berkualitas. Jangan sampai mereka yang tidak mampu berbicara untuk rakyat malah mengambil keputusan besar (memilih kepala daerah),” imbuhnya.
Sementara itu akademisi Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Dr Romi Librayanto menyorot aspek hukum wacana Pilkada tidak langsung via DPRD yang tengah ramai saat ini.
"Kita sudah pernah mengalaminya, baik Pilkada tak langsung via DPRD maupun Pilkada langsung. Hanya saja, usulan untuk kembali ke DPRD ini perlu memenuhi semua landasan hukum, terutama secara sosiologis," jelasnya.
Baca Juga: Biaya Haji 2025 Lebih Murah, Menag : Murah Tapi Tidak Mengurangi Kualitas
Romi bilang, secara filosofis dan yuridis, konsep Pilkada via DPRD sesungguhnya tidak ada masalah.
"Tinggal sekarang secara sosiologis apakah ini bisa diterima oleh publik atau tidak, mengingat kita sudah 25 tahun menjalankan Pilkada langsung. Nah, ini jadi tugas kita semua melakukan edukasi kepada masyarakat," ungkapnya.
Diskusi akhir tahun KAHMI Sulsel yang dipandu Direktur LPMD KAHMI Sulsel Asri Tadda, berjalan meriah diikuti puluhan partisipan.
Sejumlah tokoh KAHMI Sulsel tampak hadir, diantaranya Andi Tobo Hairuddin, Armin Mustamin Toputiri, Mulawarman, Prof Mustari, Baharuddin Hafid, Muslimin B Putra, Syahruddin Hamun, Sahman AT, Natsar Desi, Hidayat Muhalim dan masih banyak yang lain. (*)