Realita politik dagang sapi setiap pesta demokrasi tak terbendung. Jangan heran bila partai mengusung seseorang di luar kader, sangat miris bukan?
Permainan melibatkan cukong justru virus di tengah krisis demokrasi, kepercayaan masyarakat terhadap partai politik semakin apatis dalam mencetak pemimpin.
Baca Juga: GOAT Belum Habis Bensin
Benarlah apa kata Fahri Hamzah melihat negeri ini berubah menjadi demokrasi pasar bebas, beserta darah biru. Partai politik tidak lagi melihat isi otak melainkan isi tas.
Partai politik seharusnya menjadi lembaga pemikiran dan intelektual, bukan lembaga bisnis dan kekuasaan.
Kembalikan partai politik pada marwahnya, biarkan fikiran membantah fikiran. Stop dalang-dalang apa kata ketum. Apalagi sampai mendikte eksekutif dan legislatif.
Pria kelahiran Utan, Sumbawa, NTB, 10 Oktober 1971. Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesian(UI) 1997.nSekaligus Ketua umum pertama organisasi gerakan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) yang ikut melengserkan Soeharto pada tahun 1998.
Baca Juga: STY Emas Terbuang dari Negeri Ginseng
Setelah Orde Baru berakhir, di era Reformasi 1999, Fahri Hamzah dipanggil Presiden ke-3 Habibie menjadi perwakilan senator muda di staf Ahli MPR sampai tahun 2002. Di saat itu Fahri Hamzah ikut berdiskusi tentang amandemen UUD 1945.
Politikus yang kurang lebih 20 tahun berkiprah di gedung panas, dengan mengakhiri jabatan sebagai pimpinan tertinggi DPR RI. Tentunya sangat mengetahui peta jalan demokrasi Indonesia.
#Refleksi Ruang Filsuf Kenung Aryo. ***