Oleh: Azwar Anas
SUDAH memasuki bulan Juni 2025, namun honor bagi Panitia Pemungutan Suara (PPS) 173 Desa di Kabupaten Sigi belum juga dibayarkan. Padahal, honorarium itu seharusnya diterima sejak Januari atau paling lambat di awal bulan Februari lalu. Yang diterima para PPS hingga kini hanyalah deretan janji dari para komisioner KPU Kabupaten Sigi, janji yang makin lama terdengar makin hambar karena tak kunjung diwujudkan. Situasi ini menimbulkan tanda tanya besar: di mana tanggung jawab dan kepekaan moral lembaga penyelenggara Pilkada terhadap para petugasnya di lapangan?
PPS adalah ujung tombak dalam penyelenggaraan pilkada di tingkat desa dan kelurahan. Mereka bekerja siang dan malam, sering kali dalam kondisi minim fasilitas dan dukungan. Namun dedikasi mereka tampaknya tidak diimbangi dengan komitmen yang setara dari para pengambil keputusan di tingkat atas. Ketika hak mereka tertunda hingga enam bulan lamanya, itu bukan sekadar kelalaian administratif, itu bentuk pengabaian terhadap nilai keadilan dan etika birokrasi.
Baca Juga: Kelurahan Tofoiso Wakili Morowali di Lomba Evaluasi Tingkat Provinsi Sulteng
Ironisnya, alasan demi alasan terus dikumandangkan. Mulai dari “menunggu pencairan,” “proses administrasi,” hingga “akan segera dibayarkan.” Sayangnya, janji itu seperti gema kosong yang hanya menambah frustrasi para PPS. Harapan yang semestinya sudah menjadi hak riil, malah berubah menjadi beban mental dan ekonomi bagi para petugas yang telah mengabdi demi tegaknya demokrasi.
Pertanyaannya sederhana: bagaimana mungkin sebuah lembaga sebesar KPU Sigi yang memiliki wewenang dan anggaran tetap, tidak mampu menyelesaikan kewajibannya selama berbulan-bulan? Jika manajemen internalnya bermasalah, maka seharusnya dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap kepemimpinan di KPU Kabupaten Sigi. Jika masalahnya di tingkat pusat atau provinsi, mestinya disuarakan secara terbuka agar publik bisa turut mengawasi.
PPS bukan relawan. Mereka adalah bagian dari sistem penyelenggara pilkada yang sah dan dijamin haknya oleh negara. Penundaan pembayaran honor selama ini bukan hanya mencederai hak-hak individu, tetapi juga merusak kepercayaan terhadap integritas KPU sebagai lembaga.
Realitas ini menyakitkan, terlebih bila kita melihat ironi yang terjadi secara terang-terangan. Para kepala daerah hasil Pilkada 2024 sudah dilantik. Anggota DPRD di berbagai tingkatan sudah resmi duduk di kursi kekuasaan. Mereka tak hanya mengemban amanah rakyat, tetapi juga telah menerima hak-hak finansialnya: gaji, tunjangan, dan berbagai insentif lainnya. Sebuah kelaziman dalam sistem ketatanegaraan.
Baca Juga: Bahu Jalan dan Penutup Box Culvert Drainase Jalan Dewi Sartika Palu Dikeluhkan
Namun bagaimana dengan para PPS, yang bekerja keras dan menjadi garda terdepan dalam proses pilkada di tingkat desa dan kelurahan? Mereka yang mengawal kotak suara, merekap hasil suara, memastikan proses pemungutan berjalan sesuai aturan, dan bahkan tak jarang harus menghadapi berbagai tantangan keamanan dan logistik di lapangan justru harus menunggu berbulan-bulan untuk menerima haknya. Hak dasar yang seharusnya tak perlu dipertaruhkan dalam tarik-menarik birokrasi.
Ini bukan sekadar soal uang. Ini tentang penghormatan terhadap kerja keras. Tentang penghargaan terhadap komitmen demokrasi yang dilaksanakan secara langsung oleh rakyat di akar rumput. Ketika para penyelenggara di lapisan terbawah justru dianaktirikan, lalu siapa lagi yang akan percaya bahwa negara serius dalam membangun demokrasi yang sehat?
Sikap diam atau saling lempar tanggung jawab di internal KPU Sigi bukan solusi. Justru memperpanjang penderitaan para PPS yang sebagian besar berasal dari kalangan masyarakat biasa.
Tidak sedikit di antara mereka yang kini harus menanggung beban ekonomi, karena berharap kepada honor yang tak kunjung turun.
Mereka sudah mengorbankan waktu, tenaga, dan bahkan keamanan pribadi untuk menjalankan tugas negara. Tapi negara, melalui lembaganya yang disebut “independen,” justru menunda membayar keringat mereka.
Di tengah ketidakpastian ini, tekanan bukan hanya datang dari luar, tapi juga dari dalam rumah. Tak sedikit anggota PPS yang mulai mendapat pertanyaan dari keluarga, terutama istri, tentang kapan honor tersebut cair.