Sembelih Kurban Ikut Muhammadiyah, Salat Idul Adha Ikut Pemerintah, Ini Hukumnya dalam Islam

photo author
- Senin, 4 Juli 2022 | 07:08 WIB
Ilustrasi Sapi Kurban  (Foto: Ist)
Ilustrasi Sapi Kurban (Foto: Ist)

METROSULTENG-Muhammadiyah menetapkan hari raya Idul Adha akan dilaksanakan pada Sabtu 9 Juli 2022. Sementara itu, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama (Kemenag) telah menetapkan bahwa hari raya Idul Adha 1443 H jatuh pada 10 Juli 2022.

Akibat adanya perbedaan tanggal ini, muncul ragam pertanyaan dari masyarakat, salah satunya: bagaimana hukum menyembelih hewan kurban dengan mengikuti Muhammadiyah pada Sabtu 9 Juli, sementara salat Idul Adha mengikuti pemerintah pada Ahad 10 Juli?

Dalam Seminar Idul Adha 1443 pada Sabtu (02/07) di Aula Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan, Ketua Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Fuad Zein mengatakan bahwa kasus yang menyenangkan seperti menyembelih hewan kurban sebelum melaksanakan salat id. 

Baca Juga: Masya Allah, 2 Pemuda Indonesia Pergi Haji Naik Sepeda dari Gorontalo, Disambut Haru Warga Arab

Menurut Fuad, sebagaimana dilansir dari laman Muhammadiyah.or.id, ketentuan setelah menyembelih kurban harus dilakukan shalat id. Orang yang menyembelih hewan kurbannya sebelum salat id, maka kurbannya tidak sah.

Dalam sebuah hadis disebutkan: “Wahai Rasulullah, aku telah menyembelih kambingku sebelum shalat Idul Adha. Aku tahu bahwa hari itu adalah hari untuk makan dan minum. Aku senang jika kambingku adalah binatang yang pertama kali disembelih di rumahku. Oleh karena itu, aku menyembelihnya dan aku sarapan dengannya sebelum aku shalat Idul Adha.” Rasulullah menjawab: Kambingmu hanya kambing biasa.” (HR.Bukhari no.955).

Baca Juga: Ratusan Anak di Morowali Ikuti Sunatan Massal IMIP Bareng HMLT

Dalam hadis lain disebutkan dengan jelas: “Barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat 'ied, hendaklah ia berulang-ulang. Dan yang belum menyembelih, hendaklah ia menyembelih dengan menyebut 'bismillah'.” (HR. Bukhari no. 7400 dan Muslim no. 1960).

Dengan demikian, bagi warga Muhammadiyah sangat disarankan agar mengikuti ketentuan yang memutuskan persyarikatan. Bagi yang ingin mengikuti kebijakan pemerintah juga tidak mengapa. Artinya, tidak perlu mencampuradukkan antar kedua ketentuan ini, karena nantinya akan melanggar ketentuan-ketentuan syari yang lain.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Subandi Arya

Rekomendasi

Terkini

X