pendidikan

Anwar Ibrahim-Prabowo: Dua Pemimpin Negeri Serumpun Kemajuan ASEAN

Rabu, 30 Juli 2025 | 07:29 WIB
Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin, M.Si

Oleh : Oleh : Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin, S. Ag., M.Si

METRO SULTENG -- Saya mengenal Dato Seri Anwar Ibrahim bukan setelah beliau menjadi Perdana Menteri Malaysia. Sejak masa aktif di Pelajar Islam Indonesia (PII) dan mengikuti berbagai kegiatan kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), kami sering berinteraksi dengan teman-teman mahasiswa Malaysia. Jembatan pertemuan itu bernama Persatuan Pelajar Islam Asia Tenggara (PEPIAT), organisasi yang menyatukan visi mahasiswa Islam di kawasan ini.

PEPIAT Didirikan oleh para cendekiawan muslim seperti Nurcholish Madjid dan Dato Seri Anwar Ibrahim diusia sangat muda bersama kawan-kawan mereka pada era 1970-an, PEPIAT terinspirasi oleh sejumlah gagasan dari tokoh seperti Yoesdi Ghosali, Anton Timur Djailani, adalah pendiri Pelajar Islam Indonesia (PII) dan sejumlah tokoh pergerakan Islam di tanah air. Dari merekalah, saya dan sahabat-sahabat segenerasi kami belajar bahwa gerakan pelajar dan pelajar Islam adalah kelanjutan dari dakwah intelektual yang membumi.

Nama Buya Dr. Mohammad Natsir selalu hadir dalam diskusi-diskusi itu. Sebagai mantan Perdana Menteri dan Ketua Partai Masyumi di zaman orde lama, di dunia internasional Buya Natsir juga pernah menjadi Wakil Presiden Rabithah Alam Islami, dan pendiri Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Natsir adalah sosok guru politik pergerakan Islam yang menjadi referensi lintas generasi.

Pemikirannya tentang dakwah sebagai kerja peradaban bukan sekadar menginspirasi Nurcholish Madjid di Indonesia, tetapi juga Dato Seri Dr. Anwar Ibrahim di Malaysia. Tak heran, setiap kali Anwar berkunjung ke Indonesia, hampir pasti ia menyempatkan diri bertemu Buya Mohammad Natsir dan tokoh-tokoh pergerakan Islam tanah air lainnya.

Baca Juga: PM Malaysia Anwar Ibrahim Bisa Selesaikan Konflik Thailand dan Kamboja, Prabowo Buka Suara

Bagi kami yang muda saat itu, bertemu Anwar Ibrahim adalah kebanggaan tersendiri. Saya masih ingat saat berkunjung ke Malaysia bersama Prof. Yusril Ihza Mahendra, kami berjumpa beliau ketika masih menjadi pemimpin oposisi di parlemen Malaysia. Dari PEPIAT pula, lahir banyak agenda bersama antara pelajar dan pelajar Islam Indonesia–Malaysia, menguatkan persaudaraan yang melampaui batas negara.

Hubungan personal ini berlanjut hingga hari ini. Saya berjumpa dengan Anwar dalam suasana penuh akrab. Percakapan kami tidak hanya tentang politik, tetapi tentang masa depan umat dan bangsa serumpun. Indonesia dan Malaysia, Malaysia dan Indonesia.

Oleh karena itu, ketika beliau menduduki kursi Perdana Menteri ke-10 Malaysia pada November 2022, euforia yang muncul bukan hanya dirasakan rakyat Malaysia, namun juga masyarakat Indonesia yang sejak lama menyaksikan kedekatan ini. Islam dan Melayu menjadi perekat emosional dua bangsa serumpun yang kian relevan di tengah dinamika Asia Tenggara.

Penulis bersama Anwar Ibrahim dan Yusril Ihza Mahendra. - (Dokpri)

Saudara negeri serumpun

Bayangkan seorang kakek di kampung tua Pontianak dapat berbicara dengan lancar dengan cucu jauhnya di Kuala Lumpur tanpa penerjemah. Bayangkan pedagang rendang di Padang yang rasanya mirip dengan yang dijual di gang sempit Georgetown, Ketika kunjungan ke perbatasan Sebatik Kalimantan Utara sebagian masyarkat ada yang menggunakan ringgit malaysia (MYR) dalam bertransaksi demikian pula di Sabah Malaysia tidak jarang kita menemukan Rupiah di pakai dalam bertransaksi begitulah Indonesia dan Malaysia, dua negara yang dipisahkan garis imajiner di peta, namun perpaduan menyatu dalam sejarah yang jauh lebih tua dari republik mana pun di Asia Tenggara.

Baca Juga: PM Malaysia Anwar Ibrahim Bisa Selesaikan Konflik Thailand dan Kamboja, Prabowo Buka Suara

Ketika saya mendengar kata “saudara serumpun”, hati saya selalu bergetar. Bukan karena romantisme kosong, tetapi kesadaran mendalam bahwa apa yang terjadi di Malaysia akan melanda Indonesia, dan sebaliknya. Dalam kenyataannya inilah kepemimpinan Datuk Seri Anwar Ibrahim menjadi sangat berarti, bukan hanya untuk jutaan rakyat Malaysia, tetapi juga untuk 270 juta jiwa Indonesia, bahkan bagi masa depan ASEAN.

November 2022 menjadi titik balik. Anwar Ibrahim akhirnya duduk di kursi Perdana Menteri ke-10 Malaysia setelah perjalanan politik yang penuh lika-liku. Diplomasi Malaysia saat ini berubah menjadi lebih terbuka, inklusif, dan berani menyentuh persoalan-persoalan mendasar. Hanya beberapa bulan setelah dilantik, Anwar menjejakkan kaki di Jakarta.


Satu guru satu ilmu

Halaman:

Tags

Terkini