pendidikan

Stabilitas Timur Tengah Menanti Diplomasi Indonesia

Sabtu, 26 Juli 2025 | 06:43 WIB
Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin, M.Si

Oleh : Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin, S. Ag., M.Si


METRO SULTENG-Kawasan Timur Tengah kembali bergolak. Eskalasi konflik Iran–Israel telah mencapai titik kritis sejak pertengahan Juni 2025, mengingatkan dunia bahwa stabilitas regional masih rapuh. Dalam 24 jam terakhir, Iran menetapkan status siaga penuh.

Seluruh matra pertahanan mereka, mulai dari sistem radar, rudal hingga satuan udara, dikerahkan ke berbagai titik strategis. Komando perang di Teheran bekerja tanpa henti memantau pergerakan Israel yang dianggap sangat agresif, bahkan disebut “mampu menyerang siapa saja kapan saja” meskipun kerap tampil seolah menginginkan perdamaian.

Di tengah hiruk-pikuk diplomasi internasional yang cenderung reaktif, Indonesia memiliki kesempatan emas untuk tampil sebagai mediator kredibel, sesuatu yang selama ini jarang kita manfaatkan secara maksimal.

Baca Juga: Militer Kamboja Kerahkan Puluhan Tank Siap Beri Serang Balasan ke Thailand

Titik balik konflik dimulai pada 13 Juni 2025 ketika Israel melancarkan serangan udara masif terhadap fasilitas nuklir Iran di Khorramabad. Serangan tersebut tidak hanya merusak infrastruktur strategis Iran, tetapi juga menewaskan Hossein Salami, salah satu komandan senior Garda Revolusi.

Dampaknya segera terasa: dunia Islam bereaksi keras, dengan Sekretaris Jenderal OKI, Hissein Brahim Taha, mengecam tindakan tersebut sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional.

Dalam pernyataan resminya, Taha menyampaikan: “grave concern over the recent Israeli attacks against Iran,” serta “condemning the military aggression in the strongest terms.”

Ia menegaskan komitmen OKI untuk “mobilizing international support, in coordination with the UN, to address this blatant violation of international law and prevent the alarming escalation of tension and insecurity in the region.”

Taha juga menyerukan agar komunitas internasional dan Dewan Keamanan PBB segera mengambil langkah tegas menghentikan agresi ini, sekaligus menghimbau semua pihak untuk menurunkan ketegangan dan kembali ke jalur diplomasi.

Baca Juga: Berat Sama Dipikul, Ringan Sama Dijinjing, TMMD 125 Kodim 0825 Banyuwangi Angkut Material dengan Semangat Rakyat

Situasi semakin memanas ketika Ayatollah Ali Khamenei muncul di televisi nasional pada 16 Juni, menegaskan bahwa Israel “bisa melakukan apa saja terhadap siapa saja” dan menyatakan kesiapan Iran menghadapi tidak hanya Israel, tetapi juga Amerika Serikat jika diperlukan.

Pernyataan ini bukan sekadar gertakan; pada 23 Juni Iran meluncurkan rudal ke pangkalan udara Al Udeid di Qatar dalam operasi yang mereka sebut “Glad Tidings of Victory.”

Percobaan pembunuhan terhadap Presiden Iran Masoud Pezeshkian pertengahan Juni semakin memperkeruh suasana. Meski selamat, insiden ini memperkuat posisi keras Tehran.

Dalam wawancara dengan Al Jazeera pada 23 Juli, Pezeshkian menegaskan bahwa Iran siap berperang dan tidak ragu menyerang jantung Israel jika mendapat serangan balik. Program nuklir, menurutnya, akan tetap berjalan sesuai koridor hukum internasional, meski peluang gencatan senjata tetap sangat tipis.

Halaman:

Tags

Terkini