"Warisan diplomasi gemilang dan jaringan lintas blok yang kuat mampu menjawab panggilan sejarah ini. Ingat! Dunia menunggu dan waktu terus berjalan.”
Di tengah eskalasi ini, Indonesia sebenarnya memiliki modal diplomatik yang unik dan jarang dimiliki negara lain. Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, kita memiliki legitimasi moral yang kuat di mata dunia Islam.
Lebih jauh, rekam jejak diplomasi Indonesia bukan sekadar catatan di kertas, tetapi warisan yang telah terbukti: dari Konferensi Asia-Afrika di Bandung 1955 hingga kiprah Mohammad Natsir sebagai Wakil Presiden Rabithat Alam Islami dan mentor tokoh-tokoh Asia-Afrika seperti Anwar Ibrahim. Indonesia pernah menjadi pusat gerakan Islam global, bukan sekadar pengikut arus.
Keunggulan ini kini diperkuat oleh jaringan personal Presiden Prabowo Subianto yang telah lama menjalin hubungan erat dengan dunia Arab, jauh sebelum beliau menjabat sebagai presiden.
Kedekatan personal tersebut membuka pintu diplomasi yang tidak dimiliki banyak negara: Indonesia dapat berbicara dengan Teheran, Riyadh, bahkan Washington tanpa kehilangan kredibilitas di mata pihak manapun.
Pertanyaannya bukan lagi apakah Indonesia bisa berperan, tetapi apakah kita mau memanfaatkan momentum ini. OKI memang sudah mengeluarkan kecaman, namun pengaruhnya terbatas tanpa inisiatif konkret dari negara anggota besar seperti Indonesia.
Kita memiliki posisi strategis sebagai negara muslim terbesar sekaligus anggota G20, kombinasi yang memungkinkan kita menjembatani komunikasi antar blok yang selama ini sulit dilakukan.
Lebih dari itu, ini bukan hanya soal solidaritas keagamaan atau moral internasional. Ada kepentingan nasional yang nyata di balik stabilitas Timur Tengah.
Perang berkepanjangan akan mengguncang harga energi global, merusak rantai pasok internasional, dan pada akhirnya menghantam ekonomi rumah tangga Indonesia.
Inflasi, kenaikan harga bahan bakar, dan ketidakstabilan pasar modal adalah konsekuensi yang akan kita rasakan jika konflik ini terus bereskalasi.
Indonesia memiliki beberapa keunggulan yang bisa dimanfaatkan untuk memainkan peran mediator. Kredibilitas historis kita dalam gerakan non-blok dan diplomasi bebas aktif memberikan ruang manuver yang luas.
Baca Juga: GEMPA GUNCANG POSO: Ratusan Rumah Rusak, Ribuan Warga Mengungsi
Hubungan baik dengan semua pihak yang bertikai memungkinkan kita menjadi honest broker yang dipercaya. Pengalaman dalam mengelola keberagaman internal memberikan perspektif unik tentang bagaimana mengelola perbedaan tanpa harus berujung pada konflik.
Langkah konkret yang bisa diambil antara lain memprakarsai konferensi darurat tingkat tinggi, memimpin misi kemanusiaan lintas negara, dan menggunakan forum-forum internasional seperti G20 untuk membangun konsensus global tentang de-eskalasi.