Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Dalam keadaan menjelang perang pun, Rasulullah tetap melangsungkan shalat Jamaah. Rasulullah membagi pasukan menjadi dua kelompok besar. Ada yang menjadi makmum secara bergantian.
Satu kelompok mengikuti Rasulullah, satu kelompok lain berjaga waspada sewaktu-waktu musuh datang. Shalat model seperti ini kita kenal sekarang dalam kajian fiqh sebagai shalat fi syiddatil khouf.
Shalat jamaah yang dilakukan dalam kewaspadaan yang tinggi. Dalil shalat berjamaah disebutkan dalam QS. An-Nisa ayat 102:
وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةٌ مِّنْهُم مَّعَكَ وَلْيَأْخُذُوٓا۟ أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا۟ فَلْيَكُونُوا۟ مِن وَرَآئِكُمْ وَلْتَأْتِ طَآئِفَةٌ أُخْرَىٰ لَمْ يُصَلُّوا۟ فَلْيُصَلُّوا۟ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا۟ حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ ۗ وَدَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُم مَّيْلَةً وَٰحِدَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن كَانَ بِكُمْ أَذًى مِّن مَّطَرٍ أَوْ كُنتُم مَّرْضَىٰٓ أَن تَضَعُوٓا۟ أَسْلِحَتَكُمْ ۖ وَخُذُوا۟ حِذْرَكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ أَعَدَّ
لِلْكَٰفِرِينَ عَذَابًا مُّهِينًا
Artinya, "Apabila
engkau (Nabi Muhammad) berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu dan dalam keadaan takut diserang), lalu engkau hendak melaksanakan shalat bersama mereka, hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) bersamamu dengan menyandang senjatanya. Apabila mereka (yang shalat bersamamu) telah sujud (menyempurnakan satu rakaat), hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh). Lalu, hendaklah datang golongan lain yang belum shalat agar mereka shalat bersamamu dan hendaklah mereka bersiap siaga dengan menyandang senjatanya.
Orang-orang yang kufur ingin agar kamu lengah terhadap senjata dan harta bendamu, lalu mereka menyerbumu secara tiba-tiba. Tidak ada dosa bagimu meletakkan senjata jika kamu mendapat suatu kesusahan, baik karena hujan maupun karena sakit dan bersiap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir."
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Pendisiplinan diri berjamaah adalah salah satu metode pembersihan hati (tazkiyatun nafs) dan jalan menggapai hidayah, sebagaimana diterangkan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Bidayatul Hidayah.
Shalat jamaah mendidik umat untuk disiplin, satu komando, tidak mendahului imam, teratur, satu barisan dan menghargai waktu. Dalam riwayat sahabat Utsman bin Affan dinyatakan:
سمعتُ رسولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يقولُ: "مَنْ صَلَّى العِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ، فَكَأَنَّما قامَ نِصْف اللَّيْل وَمَنْ صَلَّى الصبْح في جَمَاعَةٍ، فَكَأَنَّما صَلَّى اللَّيْل كُلَّهُ" رواه مُسلِم
Pada Hadits di atas, Rasulullah menyatakan, pahala jamaah Isya', bagaikan pahala shalat separuh malam tanpa henti. Sedangkan pahala shalat subuh berjamaah adalah bagaikan shalat sepanjang malam.
Malam dihitung mulai tenggelamnya matahari waktu Maghrib, hingga terbitnya fajar waktu Subuh. Mulai pukul 18.00 hingga pukul 04.00. Sekitar 10 jam.
Dapat kita bayangkan betapa utamanya jamaah Isya', hingga orang yang melaksanakannya bagaikan shalat 5 jam tanpa henti. Terlebih lagi jamaah subuh uang diibaratkan sholat 10 jam tanpa henti.
Shalat Isya' dan Subuh, dinyatakan dalam hadits sebagai shlat yang dilakukan di waktu keadaan gelap dan dingin.