Pekan pertama sampai pertengahan Ramadhan mungkin volume jamaah masih ramai, tapi begitu memasuki separuh bulan terakhir apalagi mendekati hari raya idul fitri, jumlah jamaah perlahan melandai.
Yang tadinya harus dipasang alas terpal di depan mushala untuk menampung jamaah yang membludak, kini bagian dalam mushala saja kadang tidak penuh. Alasannya pun beragam, mulai dari kesibukan pribadi sampai yang sudah bisa ditebak seperti sedang mempersiapkan kedatangan hari raya Idul Fitri di rumah: membuat aneka macam kue lebaran lah, menghias rumah lah, dan segala macam ragam lainnya.
Padahal jika kita memahami betul betapa besar pahala yang diperoleh umat Muslim dalam menjaga konsistensi shalat tarawih, tentu seharusnya semakin mendekati lebaran, semakin semangat pula tarawihnya, dan juga ibadah-ibadah lainnya. Dalam salah satu potongan haditsnya, Rasulullah saw bersabda,
إنَّ الرَّجُلَ إِذَا صَلَّى مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ
Artinya, “Sesungguhnya seorang laki-laki yang melaksanakan shalat bersama Imam (berjamaah) sampai selesai, maka baginya dihitung pahala beribadah satu malam penuh.” (HR Abu Dawud
Lebih jauh, para ulama menjelaskan bahwa sepuluh hari terakhir Ramadhan merupakan alam-malam paling potensial bagi datangnya Lailatul Qadar, momen yang paling diimpikan oleh umat Nabi Muhammad saw.
Artinya, jika kita konsisten menjaga shalat tarawih sampai satu bulan penuh selama Ramadhan, akan banyak sekali pahala yang diperoleh termasuk meraih malam yang lebih utama dari seribu bulan ini.
Pertama, diampuni dosa-dosanya sebagaimana disinggung dalam hadits di atas. Kedua, mendapat pahala senilai menghidupkan satu malam penuh dengan beribadah selama satu bulan Ramadhan. Ketiga, berkesempatan meraih malam Lailatul Qadar di sepuluh hari terakhir.
Semoga Ramadhan tahun ini kita selalu diberi kekuatan iman dan imun untuk menjalankan puasa satu bulan penuh dan segala amalan-amalan sunnah di dalamnya termasuk shalat tarawih.
Shalat tarawih memang sunnah, tapi ia hanya ada satu bulan dalam kurun waktu satu tahun. Wallahu a’lam bishshawab.***
Sumber/NU Online/ Muhamad Abror, penulis keislaman NU Online; alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek-Cirebon dan Ma’had Aly Sa’idusshiddiqiyah Jakarta