METRO SULTENG- Tim Ekspedisi Patriot Universitas Diponegoro (UNDIP) bersama Kementerian Transmigrasi menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Validasi Data Pemetaan dan Potensi Pertanian untuk Pengembangan Kawasan Transmigrasi Sektor Pertanian yang Berkelanjutan”, pada hari Rabu, 12 November 2025.
Kegiatan ini diselenggarakan di Kantor BPP Mamosalato, Kecamatan Bungku Utara, Kabupaten Morowali Utara, dan mempertemukan berbagai pemangku kepentingan - perangkat daerah, BPP Mamosalato beserta PPL, ketua kelompok petani kawasan transmigrasi hingga anggota kelompok tani.
Kegiatan ini berperan sebagai wadah dialog bagi peserta untuk menyampaikan situasi kondisi yang dihadapi masyarakat transmigran di Mamosalato, khususnya di sektor perkebunan dan pertanian.
Baca Juga: Tragedi Subuh Hari, Api cepat Menjalar, Seisi Rumah Ludes Dilalap Sijago Merah di Morut
Beragam permasalahan yang dihadapi masyarakat transmigran, diantaranya peririgasian belum menjangkau banyak desa, kesediaan benih dan pupuk terbatas, dan harga jual hasil panen yang tidak stabil, serta fasillitas pasca panen yang belum berkembang.
Fajrin, Ketua Tim Ekspedisi Patriot Undip Bungku Utara luaran 2 mengungkapkan “FGD menjadi ruang terbuka untuk menyampaikan isu-isu yang menjadi penghambat kawasan transmigrasi untuk maju sekaligus menjadi ruang diskusi bagi semua pihak terkait dalam menghadirkan solusi strategis atas permasalahan yang ada,” tegasnya.
Dukungan melalui semangat kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat kawasan transmigrasi dalam FGD diharapkan menjadi langkah strategis yang mampu mendorong percepatan pembangunan kawasan transmigrasi.
Dalam diskusi, mayoritas kelompok tani menyoroti isu sistem peririgasian yang belum sepenuhnya melingkupi lahan pertanian yang ada di kawasan transmigrasi Mamosalato.
“Peririgasian salah satu faktor penting yang mendukung sektor pertanian. Dengan kondisi sistem peririgasian yang belum bekerja dengan optimal, petani hanya bisa panen dua kali dalam satu tahun. Terlebih ketika musim kemarau, debit air menjadi berkurang sehingga air sulit menjangkau lahan-lahan lainnya,” ujar Yatno,
Ketua kelompok tani kawasan transmigrasi. Dari hasil temuan di lapangan, saat musim kemarau, irigasi utamanya mengalami penurunan debit dan berakibat mengalami kekeringan di sejumlah titik, sehingga para petani hanya mengandalkan air dari tadah hujan.
Selain irigasi, para petani juga mengeluhkan penyediaan bibit dan pupuk yang masih kurang, permasalahan pemasaran dan harga yang cenderung tidak stabil, serta penyediaan fasilitas pascapanen seperti gudang hingga penggilingan yang masih belum mencukupi.
Salah satu isu krusial, yakni tumpang tindih lahan antara masyarakat lokal dengan masyarakat transmigrasi, akibat perbedaan batas lahan yang ada di peta dari Kementerian Transmigrasi, dengan peta adat yang dimiliki oleh masyarakat lokal.
Samsudin, Kepala Desa Tananagaya, mengungkapkan “Kalau permasalahan ini tidak segera diatas, ini akan menjadi bom waktu di kemudian hari, perang masyarakat lokal dengan masyarakat transmigrasi terjadi dimana-mana karena adanya sengketa lahan ini,” ujarnya.
Baca Juga: Program 1 Miliar 1 Desa Pemda Morut Dipuji Anwar Hafid, Ini Terobosan yang Luar Biasa
Dari hasil FGD, Tim Ekspedisi Patriot Undip bersama masyarakat dan pemerintah daerah menetapkan, yakni