Era saat ini membuka ruang bagi kita untuk menyuarakan pendapat, berbagi ide, dan ikut terlibat dalam perubahan sosial. Namun, maasyiral Muslimin rahimakumullah, di balik keterbukaan itu juga ada tantangan, seperti penyalahgunaan informasi, hoaks yang perlu disikapi dengan literasi digital dan nilai-nilai etika. Di balik semua kemudahan itu, tersimpan tantangan besar, terutama bagi generasi muda yakni ancaman degradasi moral. Generasi muda adalah aset berharga umat dan bangsa.
Jika mereka terseret arus negatif dari dunia digital, maka masa depan umat akan terancam. Oleh sebab itu, Islam telah memberikan panduan bagaimana membina akhlak agar generasi muda tetap terjaga di tengah derasnya arus perubahan zaman. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6) Ayat ini mengingatkan bahwa tanggung jawab menjaga moral bukan hanya pada individu, tetapi juga orang tua, pendidik, dan masyarakat.
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Perlu kita sadari bahwa, zaman digital menyajikan dua wajah yakni peluang dan ancaman. Generasi muda bisa mengakses beragam ilmu dari beragam narasumber dunia melalui media sosial.
Namun di saat yang sama, mereka juga bisa terjerumus ke dalam jurang maksiat karena mudahnya akses konten negatif. Fenomena cyberbullying, kecanduan gawai, perilaku konsumtif, hingga pornografi menjadi bukti nyata dampak buruk teknologi yang tidak dikendalikan.
Islam telah memberikan solusi dalam menghadapi perubahan zaman di antaranya dengan menanamkan akidah dan akhlak sejak dini. Akidah adalah fondasi iman agar tertanam kuat dan menjadi benteng dari segala godaan dunia maya.
Dengan akidah yang kokoh, anak-anak kita akan mampu membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang berbahaya, bahkan tanpa pengawasan langsung.
Para generasi muda juga harus dibekali dengan literasi digital dan pemahaman bagaimana menggunakan teknologi secara benar. Literasi digital Islami berarti tidak sekadar melek teknologi, tetapi juga beradab dalam penggunaannya.
Generasi muda harus diajarkan cara memfilter konten, menghindari hoaks, serta menjaga adab dalam berkomentar. Mereka harus dididik untuk memanfaatkan media sosial untuk hal positif seperti sarana dakwah, berbagi ilmu, dan kebaikan.
Mereka harus diberikan pemahaman bahwa setiap aktivitas dan postingan di media sosial memiliki konsekuensi dan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah swt. Dengan begitu, teknologi menjadi sarana jariyah pahala, bukan jariyah dosa. Rasulullah telah mengingatkan dalam sabdanya:
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا، وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
Artinya: “Barangsiapa yang membuat sunnah hasanah dalam Islam maka dia akan memperoleh pahala dan pahala orang yang mengikutinya, dengan tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa yang membuat sunnah sayyi’ah dalam Islam maka ia akan mendapatkan dosa dan dosa orang yang mengikutinya, dengan tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun,” (HR Muslim).
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,