Dr. Mulawarman berharap kerjasama ini dapat terus berlanjut dan berkembang dalam berbagai program lainnya, untuk memperkuat jaringan dakwah yang lebih luas dan berdampak.
Senada dengan pesan di atas, Dirjen Bimas Islam, Prof. Abu Rokhmad juga sangat mengapresiasi dan mendukung program ini, “Terima kasih kepada Diklat Masjid Istiqlal dan LDPBNU yang sudah menyelenggarakan kegiatan istimewa ini, ini adalah bukti nyata dari perhatian kita semua kepada umat. Sudah seharusnya mimbar-mimbar dakwah diisi oleh pendakwah yang mengajarkan ajaran rahmat, kasih sayang, ramah. Dalam konteks dakwah, orang-orang berilmu tidak boleh minder dalam mewarnai mimbar-mimbar dakwah.”
Tercatat, lebih dari 190 peserta mengikuti kegiatan ini, menjadikannya sebagai pelaksanaan dengan jumlah peserta terbanyak sepanjang sejarah program standardisasi imam dan khatib yang diinisiasi oleh LD PBNU. Para peserta berasal dari beragam latar belakang, mulai dari penyuluh agama, mahasiswa, hingga pegawai Kementerian Agama, khususnya dari Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Banten, Kantor Wilayah Kementerian Agama DKI dan Kabupaten Bogor.
Keberagaman peserta ini mencerminkan antusiasme yang tinggi terhadap pentingnya peningkatan kompetensi imam dan khatib dalam menghadapi dinamika masyarakat. Di sisi lain, hal ini juga memperlihatkan bahwa program ini memiliki relevansi yang kuat dalam memperkuat fungsi dakwah di berbagai lapisan masyarakat.
“Ini merupakan sejarah, selain karena saya orang NU, sebenarnya saya tertarik mengikuti program ini karena saya melihat adanya kolaborasi antara Diklat Masjid Istiqlal dengan LDPBNU. Tentu, semua orang tahu bahwa Istiqlal merupakan Masjid Nasional. Dan, mendapatkan sertifikat lulus standardisasi Imam dan Khatib dari masjid Istiqlal merupakan kebahagiaan tersendiri,” ungkap pak Basyir, dosen fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah, yang juga merupakan salah satu peserta program standardisasi ini.
Kegiatan ini dihadiri oleh beberapa tokoh, seperti Ketua PBNU, Dr. KH. Ulil Abshar Abdalla, MA., Dirjen Bimas Islam, Prof. Dr. Abu Rokhmad, M.Ag., Kepala Pendidikan dan Pelatihan Masjid Istiqlal, Dr. KH. Mulawarman Hannase, Lc., M.Hum., Sekretaris LD PBNU, KH. Nurul Badruttamam, MA., dan beberapa pemateri serta asesor.
Ketua PBNU dalam sambutannya pada acara penutupan, ia menekankan pentingnya membangun kapasitas da’i dan khatib yang memiliki kedalaman ilmu (‘ulama) sekaligus kemampuan retorika (al-wa’adh). Ia mengingatkan bahwa mimbar Jumat harus menjadi sarana pemersatu umat, bukan malah sumber perpecahan, dengan menghindari isu-isu kontroversial dan mengedepankan akhlakul karimah.
Beliau berpesan, “Jadilah ulama sekaligus penceramah yang mampu menyampaikan dakwah dengan hikmah dan kasih sayang, bukan dengan kemarahan dan permusuhan.”
Ia menegaskan pentingnya para khatib untuk lebih banyak mengangkat tema-tema tentang akhlak dalam khutbahnya. Akhlak adalah fondasi dasar dalam membangun masyarakat yang damai, harmonis, dan bermartabat.
“Kalau ingin menyampaikan pesan dakwah, berbicaralah tentang akhlak. Karena akhlak itulah puncak dari ajaran para nabi,” tutur Gus Ulil.
Menutup sambutannya, KH. Ulil Abshar Abdalla mengajak seluruh peserta untuk terus belajar, memperdalam ilmu, memperbaiki retorika dakwah, dan menjaga misi besar ahlussunnah wal jamaah an-nahdliyah dengan penuh kesungguhan, serta berkontribusi positif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Karena, sejatinya pendakwah harus bijaksana ketika menjadi khatib Jum’at, dengan cara menyampaikan materi yang ringan-ringan saja, yang menyatukan satu sama lain. Hindari menyampaikan hal-hal yang rumit, seperti fikih, lebih-lebih khilafiyah, hal-hal kontorversial seperti politik praktis dan lain sebagainya.***