Khutbah Jumat Tema 6 Tanda Tobat Seorang Hamba Diterimanya Allah SWT

photo author
- Kamis, 25 Juli 2024 | 06:44 WIB
viral-jessica-mila-belajar-sholat-hU4Oxw5Ame
viral-jessica-mila-belajar-sholat-hU4Oxw5Ame

METRO SULTENG-Materi khutbah Jumat kali ini mengangkat tema Taubat yang merupakan berhentinya seorang hamba dari perbuatan maksiat dan menggantinya dengan perbuatan taat.

Siapa pun yang bertaubat tentu berharap taubatnya diterima Allah swt. Tidak seorang pun yang dapat memastikan apakah taubatnya diterima atau ditolak.

Namun demikian, Syekh Ibnu Hajar al-‘Asqalin memberikan gambaran dan pertanda akan diterimanya taubat seorang hamba.

Khutbah I

إِنَّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مُوْقِنٍ بِتَوْحِيْدِهِ، مُسْتَجِيْرٍ بِحَسَنِ تَأْيِيْدِهِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدِنَا مُحَمَّداً عَبْدُهُ الْمُصْطَفَى، وَأَمِيْنُهُ الْمُجْتَبَي وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ إِلَى كَافَةِ الْوَرَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ مَصَابِيْحُ الدُّجَى، وَعَلَى أَصْحَابِهِ مَفَاتِيْحُ الْهُدَى، وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْراً

أَمَّا بَعْدُ: أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللهَ وَاعْبُدُوْهُ، فَإِنَّ اللهَ خَلَقَكُمْ، لِذَلِكَ قَالَ تَعَالَى: ﴿ يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقاتِهِ وَلا تَمُوْتُنَّ إِلَاّ ‌وَأَنْتُمْ ‌مُسْلِمُوْنَ﴾ وَقَالَ: ﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللّٰهِ ‌تَوْبَةً ‌نَصُوْحاً عَسٰى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهارُ﴾ صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمِ وَصَدَقَ رَسُوْلُهُ الْحَبِيْبُ الْكَرِيْمُ وَنَحْنُ عَلَى ذَلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ وَالشّاكِرِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

Hadirin Rahimakumullah

Pertama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah swt. Dzat yang tak henti-hentinya melimpahkan karunia nikmat-Nya kepada kita semua, termasuk nikmat taufik, hidayah, dan nikmat berjamaah seperti sekarang ini. Shalawat teriring salam semoga tercurah kepada Baginda Alam, Habibana Muhammad saw. Shalawat dan salam juga semoga terlimpah kepada para sahabat, para tabiin, tabi tabiinnya, hingga kepada kita semua selaku umatnya. Mudah-mudahan kita semua mendapatkan hidayah untuk senantiasa mengikuti ajarannya dan kelak di akhirat mendapatkan syafaatnya.

Namun sebelumnya, khatib berwasiat khusus kepada diri khatib sendiri dan kepada jamaah Jum’at sekalian, marilah sama-sama mempertahankan serta meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Sebab, hanya dua hal itu yang paling berharga bagi kita nanti saat menghadap kepada-Nya.

Hadirin Rahimakumullah

Mengutip pernyataan seorang ahli hikmah, Syekh Syihabuddin Ahmad ibn Hajar al-‘Asqalani dalam kitabnya al-Munabbihat ‘ala al-Isti‘dad li Yaumil Mi‘ad, tidak ada yang bisa memastikan apakah taubat seorang hamba diterima atau tidak. Namun setidaknya ada enam hal yang menandakan taubat seseorang diterima oleh Allah swt. (Syekh Nawawi, Nasha’ih al-‘Ibad, hal. 49).

Pertama, dalam hati seorang yang bertaubat lahir kesadaran bahwa dirinya tidak terpelihara dari dosa. Ini berarti, kapan pun dirinya bisa terjerumus lagi ke dalam perbuatan dosa, baik dosa yang telah ditaubati maupun dosa yang berbeda. Atas dasar itu, dia selalu berhati-hati menghadapi hal-hal yang sekiranya bisa mengantarkan dirinya jatuh lagi pada kubangan yang sama dan kembali berbuat nista.

Kedua, mendapati hatinya sedikit gembira, dan banyak bersedih. Hatinya senantiasa menyiapkan dan memikirkan masa depan akhiratnya yang belum mendapat jaminan apa-apa. Apakah hidupnya berakhir dengan membawa iman? Itulah yang selalu direnungkan seorang yang bertaubat, sehingga tak berani meluapkan kegembiraannya secara berlebihan, sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

مَنْ أَكْثَرَ ذِكْرَ الْمَوْتِ قَلَّ فَرَحُهُ، وَقَلَّ حَسَدُهُ

Artinya, “Siapa saja yang banyak mengingat kematian akan sedikit gembiranya dan sedikit rasa hasudnya,” (HR. Ibnu al-Mubarak). Ketiga, lebih dekat dengan orang-orang yang saleh, serta jauh dari orang-orang yang jahat dan buruk perangainya. Di saat yang sama, dia menyadari bahwa dekat dengan orang-orang baik dapat mempertahankan kebaikan dirinya dan bisa diingatkan manakala berbuat kesalahan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Subandi Arya

Tags

Rekomendasi

Terkini

X