Oleh: Dr. Hasanuddin Atjo, Dewan Pakar Ispikani dan SCI.
Sabtu, 19 November tahun 2022, didaulat menjadi salah satu narasumber memperingati Harkannas-hari ikan nasional ke-9, bertempat di Pantai Mousing Kecamatan Sinei, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah.
Topik yang didiskusikan antara lain terkait ide KEK (kawasan ekonomi khusus) Pangan Tomini yang berbasis udang Vaname. Dan hal ini mendapat respon kuat dari floor yang hadir secara off dan online, meminta agar didorong sesegera mungkin untuk direalisasikan.
Pada saat ini di Indonesia terdapat 15 KEK yang telah dibangun. Dan berdasarkan evaluasi dewan KEK nasional bahwa hanya ada empat KEK yang dinilai beroperasi sesuai harapan. Persoalan utama dari 11 KEK lainnya, termasuk KEK Palu di Sulteng adalah kepastian jaminan suply chain, utamanya bahan baku.
Baca Juga: REDESAIN INDUSTRIALISASI UDANG
ITTAP “Indonesian Teluk Tomini Agroindustrial Park”, salah satu luaran dari seminar sehari tersebut. Kalau di Kabupaten Morowali dikenal IMIP, Indonesia Morowali Industrial Park, maka di Kabupaten Parigi Moutong akan ada ITTAP. Ini menurut sejumlah kalangan relevan dengan konsep pembangunan ekonomi kawasan atau clusterisasi.
Sejumlah alasan yang mendorong ITTAP segera terwujud antara lain: Pertama, daya saing pangan Teluk Tomini masih lemah, karena belum diolah menjadi produk setengah jadi dan jadi. Umumnya masih raw material, sehingga nilai tambahnya kecil dan berada di tempat lain.
Lebih ironi lagi, bahwa komponen input produksi harus didatangkan dari luar. Contoh budidaya udang vaname, mulai benih, pakan dan komponen input lainnya di impor dari Jawa dan pasar udangnya juga ke Jawa dalam bentuk segar.
Dampaknya, harga udang vaname yang diterima petambak udang di Parigi Moutong dan kab. sekitarnya lebih murah hingga 10 ribu rupiah per kg. Selain itu, mutu udang akan menurun saat tiba di tujuan, karena butuh waktu hingga 7 hari akibat perjalanan panjang.
Baca Juga: Tebar Padati, Tumbuh Cepat & Pasar Lokal Strategi Siasati Harga Udang
Benur harus dibayar lebih mahal hingga 60 rupiah per ekor karena harus diangkut dengan pesawat udara. Harga pakan lebih mahal hingga 2.000 ribu rupiah per kg, dikarenakan biaya logistik kapal laut maupun angkutan darat yang tinggi. Demikian pula halnya ketika dipasarkan.
Kedua, Teluk Tomini memiliki garis pantai 1.350 km, separuh negara Ekuador di Amerika Latin yang kini menjadi produsen terbesar dunia dengan produksi udang vaname 1,1 juta ton di tahun 2021. Indonesia hanya 500.000 ton (FAO, 2021), meskipun bergaris pantai kurang lebih 100.000 km, terpanjang kedua dunia.
Bila menggunakan referensi yang ada, maka diprediksi kemampuan produksi udang di kawasan Teluk Tomini bisa mencapai 300 ribu ton per tahunnya. Belum lagi produksi udang dari selat Makassar dan Laut Sulawesi yang cukup besar.
Ketiga, bahwa saat ini sejumlah investasi budidaya udang vaname oleh masyarakat dan pengusaha di Teluk Tomini dan Selat Makassar-laut Sulawesi berlangsung sangat masif, karena harga lahan relatif lebih murah dan mutu lingkungan perairan lebih baik.
Melihat cost logistik yang semakin tidak kompetitif, maka diperkirakan laju investasi akan seret. Bahkan, boleh jadi usaha yang sudah ada bisa saja tutup aoabila perbaikan efisiensi tidak segera dilakukan pembenahan.