METRO SULTENG-Komisi VII DPR RI mendesak Kementerian Perindustrian RI untuk menciptakan industri manufaktur turunan dari nikel yang ada di Morowali. Hal itu menjadi salah satu poin kesimpulan dalam pertemuan terbatas antara DPR RI, dengan Kementerian Perindustrian RI, Kementerian ESDM RI dan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), yang berlangsung hingga Jumat (7/7) dini hari.
Anggota Komisi VII DPR, Nasril Bahar mengatakan, hadirnya investasi besar di Sulawesi Tengah ini, memberikan peluang yang sangat besar bagi kemandirian ekonomi untuk daerah ini. Tidak lagi harus mengekspor dalam bentuk bahan mentah, tapi sudah dalam bentuk jadi.
Baca Juga: PT Vale Borong Dua Penghargaan di Ajang Penganugerahan Transparansi Emisi Korporasi 2023
"Bisa dikatakan bahwa meningkatnya pendapatan daerah Sulawesi Tengah, apakah karena hadirnya kawasan industri ini? Apalagi serapan tenaga kerja di kawasan ini besar sekali. Ini perlu menjadi perhatian kita semua. Jangan sampai yang terjadi justru industri manufakturnya di Pulau Jawa tapi raw materialnya (bahan baku untuk memproduksi barang jadi) dari Sulawesi Tengah," ucap legislator asal PAN itu.
Di tempat yang sama, Adian Napitupulu mengatakan, langkah awal yang mungkin dapat dilakukan oleh pemerintah adalah mendorong para pelaku-pelaku usaha untuk membangun industri UMKM di sekitar kawasan industri. Sebelum menciptakan iklim industrialisasi di kawasan industri tersebut.
Baca Juga: Anggota DPR RI Apresiasi Hilirisasi Nikel di Kawasan IMIP Morowali
"Gunanya apa, untuk menyerap bahan baku dari Kawasan Industri IMIP ini. Bagaimana pemerintah melihat itu untuk kemudian mendorong para pelaku usaha kita dalam melihat peluang ekonomi yang sangat besar ini. Harapan kita semua, mungkin setahun ke depan pemerintah juga sudah harus memikirkan bagaimana mendorong industrialisasi di kawasan ini," jelas mantan aktivis 98 yang juga menjabat sebagai Sekjen Pena 98.
Sementara, Ditjen Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kementerian Perindustrian RI, Heru Kustanto mengatakan, dari 41 total kawasan yang menjadi rencana strategis dari pemerintah, 17 diantaranya telah beroperasi.
Baca Juga: Inilah Jam Tangan Pintar Xiaomi C+86 Sports dengan dial Kronograf Multifungsi yang Desainya Keren
Sisanya dalam tahap perencanaan dan pembangunan. Dari 17 kawasan itu, Kawasan Industri IMIP adalah kawasan yang paling maju dan terpadat. Sehingga, kata dia, aspek lingkungan sudah harus dapat diperhatikan.
"Kita belum dapat memastikan bahwa di kawasan ini akan terbentuk sebuah industrialisasi untuk menyerap bahan setengah jadi yang dihasilkan. Hanya saja pemerintah terus mendorong proyek-proyek strategis nasional untuk berkembang," kata dia.
Untuk diketahui, di Kawasan Industri IMIP telah terbentuk tiga klaster industri. Klaster yang pertama adalah stainless steel. Klaster ini mengolah biji nikel menjadi produk Nickel Pig Iron (NPI) sampai stainless steel.
Di klaster ini terdapat 44 lines tungku NPI. Kapasitas produksi stainless steel lebih dari 3 juta metrik ton (MT) per tahun, kemudian kapasitas produksi Hot Rolled Coil (HRC) 3 juta ton per tahun dan Cold Rolled Coil 0,5 juta ton per tahun.
Selanjutnya klaster kedua adalah carbon steel. Klaster ini memproduksi carbon steel dengan kapasitas produksi lebih dari 3,5 juta ton per tahun dengan total investasi senilai US$ 1,1 miliar. Kehadiran klaster kedua ini diharapkan dapat menunjang kebutuhan baja di dalam negeri.