Narasumber lainnya pada FGD tersebut adalah PT Komira (Koperasi Mina Rizki Abadi) Jakarta yang akan berperan sebagai salah satu offtaker (penjamin pasar) terhadap produksi blue food Sulawesi Tengah.
PT Komira Jakarta hingga saat ini berperan sebagai offtaker perikanan tangkap pelagis kecil (kembung, layang dan sejenisnya) di Kalimantan Selatan dan Maluku. Bahkan pernah sebagai offtaker di kawasan Teluk Tolo.
Selanjutnya NGO Blue Aliens Indonesia yang pada saat ini tengah mengawal praktek blue ekonomi (perikanan tangkap terukur) khususnya perikanan oktopus (gurita) di salah satu kabupaten Teluk Tolo.
Model dari Blue Aliens adalah menerapkan konsep buka dan tutup (konsep Sasi di Maluku) terhadap perikanan tangkap octopus. Dengan cara seperti ini maka nilai ekonomi, sosial dan lingkungan meningkat secara signifikan.
Setidaknya ada dua target dari terbentuknya pokja ekonomi biru diSulawesi Tengah antara lain:
Pertama, tersusunnya dokumen peta jalan ekonomi biru Sulawesi Tengah yang akan memetakan persoalan sumberdaya Kelautan, Pesisir dan Pulau kecil pada 4 kluster (Teluk Tolo, Teluk Tomini, Selat Makassar dan laut Sulawesi).
Dari pemetaan itu bisa dibuat penetapan komoditi dan sektor apa yang nanti akan didorong sebagai program ekonomi biru pada setiap cluster mendukung indeks ekonomi biru provinsi.
Kedua, meningkatkan nilai indeks blue ekonomi Provinsi sebagai akumulasi dari indeks ekonomi biru 12 kabupaten dan kota. Serta meningkatkan praktek praktek ekonomi biru di 12 kabupaten dan kota.
Terakhir bahwa harmonisasi antara provinsi dan kabupaten serta kota menjadi penting. Selain itu pembiayaan pada program bisnis ekonomi biru tidak lagi diperbolehkan pada fiskal APBD dan APBN. Dan diharapkan sumbernya dari pihak ketiga sesuai ketentuan berlaku.
Fiskal APBD dan APBN hanya diperbolehkan untuk fasilitasi, koordinasi, pengawalan dan pengawasan serta evaluasi terhadap berlangsungnya proses dan praktek program ekonomi biru. (*)