METRO SULTENG - Persatuan Pensiunan Indonesia (PPI) Provinsi Sulawesi Tengah melaksanakan rapat kerja daerah ke-1 selama tiga hari di Kota Palu. Selain konsolidasi organisasi, sejumlah agenda jangka pendek, menengah dan jangka panjang dibahas organisasi pensiunan ini di momen Rakerda.
Rakerda yang berlangsung di Hotel Jazz Palu, dimanfaatkan anggota PPI Sulawesi Tengah (Sulteng) untuk membidik bisnis ikan nila di Sulteng. Sebab bisnis ini sangat menjanjikan untuk kesejahteraan anggota PPI dan kelangsungan organisasi.
Baca Juga: Sambut Tahun Baru 2025 dengan Nostalgia Era 80-an di Swiss-Belinn Luwuk
Ketua PPI Sulteng, Drs. Amjad Lawasa MM yang menutup Rakerda mengatakan bahwa umumnya purnabakti masih dalam kondisi sehat dan bugar serta produktif. Diharapkan mereka masih bisa berkontribusi, baik untuk dirinya dan keluarganya dalam meningkatkan kesejahteraan melalui kegiatan ekonomi produktif.
Secara kelembagaan, kata Amjad, tentunya PPI diharapkan bisa memberi masukan dan pertimbangan kepada pemerintah daerah dalam merencanakan dan pelaksanaan program kerjanya.
Karena itu, dalam Rakerda selama 3 hari sengaja mengundang beberapa narasumber eksternal seperti PT BPJS, PT Taspen dan PT Mandiri Taspen.
Selain itu, PPI juga mengundang secara khusus Dr. Hasanuddin Atjo, yang kebetulan anggota PPI Provinsi Sulteng untuk bebagi pengalaman dengan keahliannya sebagai pelaku usaha budidaya udang dan ikan nila.
Dr. Atjo mengemukakan, prospek bisnis ikan nila di Sulteng sangat menjanjikan sebagai usaha menambah pendapatan keluarga. Karena jenis ikan ini sangat gampang dibudidaya, tidak perlu banyak ganti air dan rasanya lezat. Ini bisa menjadi bisnis rumahan dengan memanfaatkan halaman rumah dengan teknologi bioflock.
Pakar akuakultur Indonesia ini mengakui bahwa bisnis ikan nila di Sulteng sangat 'seksi' untuk diseriusi.
"Tingkat kebutuhan konsumsi ikan nila di Kota Palu saja, bisa 6-7 ton dalam sehari. Estimasinya sekitar 18-21 ribu ekor per hari," paparnya, Selasa (17/12/2024).
Namun sayang, sebagian masih didatangkan dari luar daerah.
Itu baru Kota Palu. Belum termasuk konsumsi ikan nila di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara sebagai daerah industri smelter dan pengolahan nikel dengan jumlah puluhan ribu karyawan.
Baca Juga: Dr. Atjo Ungkap Problematik Budidaya Udang Indonesia dan Gagas Paradigma Baru
Di dua kabupaten itu, kata Dr Atjo, tingkat konsumsi ikan nila mencapai 70 - 80 ton per minggu. Sementara stok dan pasokan ikan nila ke Morowali dan Morowali Utara berasal dari luar Sulteng.