Oleh: Dr. Hasanuddin Atjo
Pariwisata Sulawesi Tengah dinilai mampu menjadi salah satu lokomotif ekonomi baru, dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kapasitas fiskal yang tergolong masih rendah.
Ini sangat beralasan, karena provinsi yang menjadi lintasan garis khatulistiwa memiliki luas daratan 61.841 kilometer persegi dengan garis pantai sepanjang 7.010 kilometer.
Memiliki pulau kecil sebanyak 1.572 buah dan empat wilayah perairan laut, selat Makassar teluk Tomini, teluk Tolo serta laut Sulawesi. Dan menjadikan satu satunya provinsi memiliki empat wilayah perairan.
Tersimpan sejumlah potensi wisata alam seperti Togian Island Tojo Unauna, Sombori Morowali, Pulau Dua Banggai, dan Tanjung Karang Donggala hingga wisata yang berbasis konservasi Lore Lindu di Sigi dan Poso.
Baca Juga: Puluhan Petugas KPPS Desa Bunta Siap Tegakkan Jurdil Dalam Pilkada 2024 Morowali Utara
Tidak hanya itu, wisata budaya dan sejarah juga melengkapi potensi tersebut seperti patung megalith di Poso dan Uwentira sebagai dunia lain berada di Poros Palu - Parigi, Donggala.
Bahkan peninggalan bencana gempa, likuifaksi dan tsunami teluk Palu, Baloroa dan Petobo bisa dijadikan destinasi yang menarik seperti Negara Sakura Jepang menjadikan dampak tsunami sebagai salah satu tujuan destinasi.
Berpindahnya ibukota negara dari Jakarta ke Panajam Paser Utara, KalimantanTimur, ikut mendesak kiranya sektor ini menjadi salah satu program untuk diprioritaskan bersama sektor pangan.
Sejumlah kalangan berharap kiranya kepala daerah terpilih pada pilkada tahun 2024, bisa memberi perhatian khusus pada sektor yang potensial ini, l yang realitasnya belum mampu berkontribusi secara signifikan.
Untuk mengetahui peran sektor pariwisata terhadap kemajuan ekomomi daerah ini antara lain bisa dilihat kontribusi sektor ini terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku.
Pada tahun 2023 kontribusi 17 sektor terhadap PDRB sebesar Rp 347.139, miliar (Rp 347,139 triliun) dengan pertumbuhan 11,91 persen dan pendapatan per kapita sebesar Rp 112,46 juta.(7.509 USD).
Angka PDRB serta pendapatan perkapita yang telah dicapai ini masuk kategori tinggi. Namun yang menjadi soal adalah nilai rasio gini yang tinggi mencapai 0,30, menggambarkan bahwa disparitas pendapatan antar penduduk tergolong tinggi.
Dan ini, terlihat dengan angka kemiskinan yang tinggi sebesar 12,41 persen dari penduduk sebesar 3.154.499 jiwa pada tahun 2023. Selain rasio gini dan kemiskinan, persoalan lain adalah pertumbuhan antar sektor yang jomplang.