Oleh: Dr. Hasanuddin Atjo
Rabu sore 17 Juli tahun 2024, bertempat di salah satu cafe di Kota Makassar, berlangsung dialog terbatas antara Ketua Umum SCI Pusat Haris Muhtadi dengan Pengurus SCI daerah Sulawesi Selatan diantaranya Hasanuddin Atjo, Andi Tamsil, Vincet dan Djohan.
Dialog berlangsung lepas dan santai, karena tidak dirancang secara khusus. Beberapa poin penting lahir dari diskusi yang terbilang singkat itu, berkaitan dengan sejumlah persoalan yang sedang mendera industri udang nasional.
Mutu udang menjadi salah satu soal yang disorot. Pasalnya importir menuntut udang yang lebih segar, dalam pengertian udang diproses dalam kondisi masih hidup atau masih sangat segar, kemudian dibekukan dan selanjutnya diekspor. Produk ini populer dengan istilah "Live Cooked".
Baca Juga: Paradigma Baru Peningkatan Produksi Udang Berdaya Saing Global
Tuntutan ini bisa dipenuhi oleh negara kompetitor antara lain Ekuador, Vietnam serta India. Bahkan beberapa pendatang baru di benua Amerika dan Afrika sudah mrncontoh cara-cara seperti itu. Ini tentunya menambah deretan soal yang sedang dihadapi pembudidaya udang Indonesia, yaitu kasus penyakit, HPP yang tinggi dan ribetnya perizinan.
Mindset "fresh from the pond " menjadi filosofi stakeholders udang disana, sehingga dengan mudah membangun frekuensi yang sama, melahirkan daya saing. Dan salah satu tandanya industri prosesing sengaja dan didukung dibangun pada sentra produksi bahan baku.
Ketua SCI Haris, memberi satu perumpamaan bahwa industri prosesing di sana dibangun di depan "pintu gerbang tambak". Karena itu mutu udang mereka bisa lebih bersaing dibanding dengan Indonesia. Apalagi HPP mereka lebih murah karena pendekatan klusterisasi yang mengintegrasikan hulu dan hilir dalam satu kawasan dengan konektifitasnya yang terbagun secara baik.
Industri prosesing udang di Indonesia sejarahnya dibangun mengacu pada pertimbangan dimana keberadaan pelabuhan ekspor dan impor. Karena itu pabrik prosessing udang banyak dijumpai di sekitar Surabaya, Jakarta, Makassar dan Medan.
Pola ini kemudian juga diikuti pembangunan komponen input produksi lainnya seperti pabrik pakan, hatchery (pabrik benih) dan input produksi lainnya. Dan inilah yang kemudian pada saat ini menjadi soal, karena kalah dalam ongkos logistik, akibat tambak udang berkembang pesat di luar pulau Jawa.
Baca Juga: Dr. Atjo Ungkap Problematik Budidaya Udang Indonesia dan Gagas Paradigma Baru
Kini, sentra produksi udang telah bergeser ke luar Jawa, dan kelemahannya belum dilengkapi dengan industri prosessing yang memadai, sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk tiba di pabrik prosesing karena harus menyeberang pulau.
Tuntutan masyarakat global akan mutu udang sudah harus direspons dan dicarikan solusi serta skenarionya sesegera mungkin. Bila telat, dikhawatirkan bisa berdampak luas terhadap tutupnya sejumlah pabrik yang tetkait industri udang pada of farm dan on farm karena kalah bersaing.
Fenomena ini mulai terihat pada beberapa industri dalam negeri. Tutupnya beberapa industri prosesing udang dan pabrik pakan serta pabrik benih udang, menjadi pembelajaran yang berharga. Ditambah lagi tutupnya sejumlah pabrik tekstil dan perbankan dalam dua tahun terakhir menambah kekhawatiran itu.
Setidaknya lima gagasan yang dilahirkan pada rapat itu antara lain: